0
Posted by Unknown
on
02.24
in
Artikel
Tugas Kelompok
“Kerangka Ekonomi Makro dan Asumsi
Dasar APBN”
Dosen Pengampu : Fatullah Yoesoef, MM
Disusun
oleh :
Ayu Pandraiti (13102424)
Devi Agustia
(13102534)
M. Muarif
(13103554)
M. Syaiful Bahri (1310 )
Merly Cahya Putri
(13103494)
Kelas / semester : D/ V (lima)
Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam
Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri (STAIN)
Jurai Siwo Metro
TA. 2015/2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah
puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, atas taufik dan inayah serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulisan makalah ini
adalah sebagai salah satu langkah awal dalam pembelajaran Fiskal dan Moneter. Dalam
upaya penyelesaian makalah ini, penulis telah mendapatkan bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak telah membantu dan pembimbing yang telah memberi
bimbingan yang sangat berharga dalam mengarahkan dan memberi motivasi.
Kritik dan saran demi
perbaikan makalah ini sangat diharapkan dan akan diterima
dengan kelapangan dada. Dan akhirnya semoga hasil dari makalah yang telah saya buat dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, baik ilmu
pengetahuan umum maupun
pengetahuan agama islam khususnya di bidang ekonomi islam.
Metro, 2
oktober 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman judul.....................................................................................................i
Kata pengantar....................................................................................................i
Daftar isi.............................................................................................................i
BAB I Pendahuluan
A.
Latar
Belakang........................................................................................ 1
B.
Rumusan
Masalah................................................................................... 2
C.
Tujuan..................................................................................................... 2
BAB II Pembahasan
A.
Aspek-Aspek
terkait APBN................................................................... 3
B.
Asumsi
Dasar APBN.............................................................................. 8
C.
Indikator
Ekonomi Makro...................................................................... 16
D.
Lifting
Minya Bumi di Indonesia........................................................... 21
E.
Dampak
Asumsi Meleset........................................................................ 24
BAB III Penutup
A.
Kesimpulan.............................................................................................
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sejalan Pengertiannya sebagai Anggaran Belanja dan Pendapatan
Negara maka APBN selalu menjadi tolok ukur akan kemajuan bangsa Indonesia.
Pertumbuhan pembangunan baik itu pertumbuhan ekonomi maupun pembangunan
infrastruktur merupakan target dari adanya APBN itu sendiri.
Oleh karena itu menjadi tugas Pemerintah untuk menentukan
kebijaksanaan di bidang anggaran belanja agar stabilitas pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi tetap dapat di pertahankan tanpa adanya bantuan dari luar
negeri, artinya besarnya pengeluaran total tidak boleh melebihi besarnya
pendapatan total (surplus).
Kebijakan yang di tetapkan pemerintah antara lain adalah kebijakan
fiscal, kebijakan moneter , kebijakan keuangan international dan kebijakan
pemerataan pendapatan.
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah
untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan
(berupa pajak) pemerintah. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran
dan pajak.
Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah
dapat mempengaruhi variabel-variabel berikut:
-
Permintaan
agregat dan tingkat aktivitas ekonomi
-
Pola
persebaran sumber daya
-
Distribusi
pendapatan
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah
negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai
pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter adalah upaya untuk
mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan
tetap mempertahankan kestabilan harga.
Untuk mencapai tujuan
tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan
antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali,
tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.
Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas
pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi
dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam
uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
saja aspek-aspek terkait APBN
2.
Bagaimana
dengan Asumsi-asumi dalam perencanaan APBN
3.
Indikator
apa saja yang perlu di perhatikan dalam RAPBN
4.
Bagaimana
dengan Lifting minyak sebagai RAPBN mendatang?
C.
TUJUAN
Tujuan dari makalah ini adalah memaparkan sejauh mana peranan APBN
dalam mempengaruhi pertumbuhan pembangunan ekonomi dan infrastruktur baik
infrastruktur ekonomi maupun infrastruktur pemukiman Bangsa Indonesia hingga
dewasa ini. Sesuai dengan fungsi dari APBN itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ASPEK-ASPEK APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana
penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31
Desember). APBN, perubahan APBN, dan pertanggung jawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang. Dalam
APBN terdapat aspek-aspek penting yaitu aspek pendapatan APBN dan aspek
pengeluaran APBN.
1.
ASPEK PENDAPATAN APBN
Apek pendapatan APBN adalah pendapatan-pendapatan
yang didapatkan oleh Negara baik dari dalam negeri maupun luar negeri .
Pendapatan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
-
indikator ekonomi makro
yang tercermin pada asumsi dasar makro ekonomi;
-
kebijakan pendapatan
negara;
-
kebijakan pembangunan
ekonomi;
-
perkembangan pemungutan
pendapatan negara secara umum;
-
kondisi dan kebijakan
lainnya.
Perlu diketahui penerimaan dalam negeri
untuk tahun ke tahun setelah masa pemerintahan Orde baru masih cukup mengantungkan
pada penerimaan dari ekspor minyak bumi dan gas alam. Namun dengan mulai tidak
menetunya harga minyak dunia , maka mulai disadari bahwa ketergantungan penerimaan dari sector migas
perlu dikurangi.
Untuk keperluan itu,
maka pemerintah menempuh beberapa kebijaksaan diantaranya :
a.
Deregulasi bidang
Perbankan (1 Juni 1983), yakni dengan mengurangi peran bank sentral, serta
lebih member hak kepada bank pemerintah maupun swasta untuk menentukan suku
bunga deposito dan pinjaman sendiri. Dampak dari deregulasi ini adalah
meningkatnya tabungan masyarakat.
b.
Deregulasi bidang
perpajakan (UU baru,1 Januari 1984), untuk memperbaiki penerimaan negara.
c.
Kebijakan lain yang
selanjutnya dapat menciptakan iklim usaha yang lebih sehat dan mantap.
Selanjutnya Dibawah ini akan dijelaskan
mengenai pendapatan-pendapatan apa saja yang didapatkan oleh Negara baik dari
luar maupun dalam negeri.
1. Pendapatan dari dalam negeri
Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:
-
Intensifikasi
penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.
-
Intensifikasi penagihan
dan pemungutan piutang negara.
-
Penuntutan ganti rugi
atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan denda.
Contoh pendapatan
dari dalam negeri
a.
Penerimaan Bidang pajak
o
pendapatan pajak
penghasilan (PPh)
o
pendapatan pajak
pertambahan nilai dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah
o
pendapatan pajak bumi
dan bangunan
o
pendapatan cukai
o
pendapatan pajak
lainnya[1]
b.
Penerimaan Dalam Negeri dari Migas
Faktor-faktor yang dipertimbangkan adalah :
Ø Faktor minyak rata-rata per hari
Ø Harga rata-rata ekspor minyak mentah
c.
Penerimaan Dalam Negeri di Luar Migas:
Faktor-Faktor yang
dipertimbangkan adalah :
Ø Bea masuk
Ø Cukai
Ø Pajak ekspor
Ø Pajak bumi dan pembangunan
Ø Bea materai
Ø Pajak lainnya
Ø Penerimaan bukan pajak
Ø Penerimaan dari hasil penjualan BBM
d.
Penerimaan Pembangunan
Ø Terdiri dari penerimaan bantuan dan bantuan proyek.
2. Pendapatan dari luar negeri Bidang pajak
-
Pendapatan Pajak
Internasional
Ø pendapatan bea masuk
Ø pendapatan bea keluar
2.
ASPEK PENGELUARAN APBN
Aspek ini berisi tentang
pengeluaran-pengeluaran dari negara. Berdasarkan
institusi yang menanganinya, pengeluaran negara dibedakan menjadi:
a.
Pengeluaran
Pemerintah Pusat
b. Pengeluaran Pemerintah Daerah Propinsi
c.
Pengeluaran
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
1. Pengeluaran Pemerintah Pusat
Dalam APBN, pengeluaran Pemerintah Pusat dibedakan menjadi:
A.
Pengeluaran
untuk Belanja
a.
Belanja Pemerintah Pusat
• Belanja Pegawai
• Belanja Barang
• Belanja Modal
• Pembayaran Bunga Utang
• Subsidi
• Belanja Hibah
• Bantuan Sosial
• Belanja Lain-lain
• Belanja Pegawai
• Belanja Barang
• Belanja Modal
• Pembayaran Bunga Utang
• Subsidi
• Belanja Hibah
• Bantuan Sosial
• Belanja Lain-lain
b.
Dana yang dialokasikan ke Daerah
• Dana Perimbangan
• Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
• Dana Perimbangan
• Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
c.
Pengeluaran untuk Pembiayaan
· Pengeluaran untuk Obligasi Pemerintah
· Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri
· Pembiayaan lain-lain
2. Pengeluaran Pemerintah Daerah Provinsi
Dalam APBD Propinsi, pengeluaran negara dibedakan menjadi:
Dalam APBD Propinsi, pengeluaran negara dibedakan menjadi:
a)
Pengeluaran
untuk Belanja
a.
Belanja
Operasi
-
Belanja
Pegawai
-
Belanja
Barang dan jasa
-
Belanja
Pemeliharaan
-
Belanja
perjalanan Dinas
-
Belanja
Pinjaman
-
Belanja
Subsidi
-
Belanja
Hibah
-
Belanja
Bantuan Sosial
-
Belanja
Operasi Lainnya
b. Belanja Modal, terdiri dari
- Belanja Aset Tetap
- Belanja aset lain-lain
- Belanja tak tersangka
c. Bagi hasil pendapatan ke kabupaten/kota/desa, terdiri dari
-
Bagi
hasil pajak ke Kabupaten/Kota
-
Bagi
hasil retribusi ke Kabupaten/Kota
-
Bagi
hasil pendapatan lainnya ke Kabupaten/Kota
b)
Pengeluaran
untuk Pembiayaan, terdiri dari
-
Pembayaran
Pokok Pinjaman
-
Penyertaan
modal pemerintah
ISU KASUS E-BUDGETING APBN
Bersumber dari berita liputan6.com . masih ingatkah sahabat tentang
kasus dana siluman yang terjadi pada tanggal 03-03 2015 lalu. Hal tersebut
membuat gubernur Jakarta Basuki Tjahaja purnama bersikeras ntuk memberlakukan
system e-budgeting terhadap APBD DKI 2015 agar tidak lagi ada dana siluman yang
bisa keluar masuk. Bahkan pria yang kerap disapa ahok itu khawatir hal serupa
terjadi pada APBN. “ini bukan persoalan saya, ini persoalan membangun system
yang transparan soal APBD maupun APBN.” Ujar ahok saat ditemui dib alai kota
Jakarta, selasa (03-03-2015).
Maka cara yang paling tepat cara yang paling tepat
menurut Ahok untuk memperbaiki pola pengawasan anggaran yakni dengan
menggunakan e-budgeting. e-budgeting sendiri adalah sistem penyusunan anggaran
yang berbasis web untuk memfasilitasi proses penyusunan APBD (Anggaran
Pendapatan dan belanja daerah) revisi dan PAK (perubahan anggaran kegiatan). Menurutnya
"Kalau ini bisa diperbaiki, mungkin republik kita tidak perlu ngutang. Dari Rp 2.000 triliun APBN, kita bisa berhemat 20%, Rp 400 triliun gitu lho. Ini makannya harus e-budgeting gitu Loh”tegasnya .
"Kalau ini bisa diperbaiki, mungkin republik kita tidak perlu ngutang. Dari Rp 2.000 triliun APBN, kita bisa berhemat 20%, Rp 400 triliun gitu lho. Ini makannya harus e-budgeting gitu Loh”tegasnya .
Hal ini pula yang akan terus diperjuangkan Ahok hingga
kini. Dengan sistem e-budgeting dapat terlihat siapa yang seenaknya memasukan dan
mengurangi dana dalam data."Itu yang saya mau perjuangin sekarang. Jadi
mereka semua cabut hak angket sekarang pun dari parpol saya tetap jalan. Hal ini ia
lakukan agar tidak ada lagi dana-dana siluman di semua APBD maupun APBN jika
menggunakan system e-budgeting.
Sistem e-budgeting di Pemprov DKI terinspirasi oleh
sistem e-budgeting yang diterapkan pertama kali oleh Pemerintah Kota Surabaya
pada 2011 lalu. Pada 2014, sebanyak 14 pemerintah daerah ikut mengadopsi sistem
tersebut. Yakni Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemkot Medan, Pemkot Tebing
Tinggi, Pemkot Batam, Pemkot Pekanbaru, Pemkot Depok, Pemerintah Kabupaten
(Pemkab) Bantul, Pemkot Kediri, Pemkot Banjarmasin, Pemkot Balikpapan, Pemkab
Kotawaringin Timur, Pemkot Palu, Pemkot Makassar dan Pemkab Jayapura. [3]
B.
ASUMSI DASAR APBN
Peran pemerintah sangat penting dalam regulator perekonomian,
kebijakan fiskal juga akan mempengaruhi besaran-besaran asumsi dasar ekonomi
makro. Adapun besaran-besaran asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan sebagai
langkah awal untuk menghitung besaran APBN yakni harus sudah mempertimbangkan rencana
kebijakan fiskal yang akan diambil pemerintah.
Lembaga yang bertanggung jawab menyusun kerangka ekonomi makro
ialah Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Departemen Keuangan. Kerangka ekonomi makro
ini sebaiknya ada kredibilitas yang tinggi sehingga dapat digunakan oleh para
investor dalam memperkirakan kondisi perekonomian ke depan. Untuk meningkatkan
kredibilitas proyeksi, BKF mendiskusikan dan membandingkan proyeksi yang
dihasilkan oleh institusi lain, seperti Bank Indonesia (BI), Kementerian Negara
PPN / Bappenas, Badan Pusat Statistik (BPS), Menko Perekonomian, Departemen
Energi Sumber Daya Mineral, dan BP migas.
Perkiraan asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan di dalam
pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran
berikutnya ke DPR, merupakan refleksi dari perkiraan prospek perekonomian
nasional secara keseluruhan pada tahun sebelumnya, baik yang secara langsung
berdampak pada perekonomian indonesia.
Indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai asumsi dasar ekonomi
makro tersebut dapat mengalami perubahan sesuai dengan kinerja perekonomian
indonesia dan berbagai perkembangan kondisi perekonomian dunia terkini. Asumsi
dasar ekonomi makro memang sulit diperkirakan secara tepat dan akurat karena
tingginya ketidakpastian faktor-faktor yang mempengaruhinya. Namun demikian,
pemerintah senantiasa melakukan exercise dari waktu ke waktu dalam rangka
mengantisipasi pergerakan perkembangan asumsi dasar ekonomi makro.
1.
Sensitivitas
Asumsi ekonomi Makro
Dalam
penyusunan APBN, indikator-indikator makro yang digunakan sebagai dasar
penyusunan adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga Sertifikat
Bank Indonesia (SBI) 3 bulan (akan digantikan dengan tingkat bunga Surat
Perbendaharaan Negara ), nilai Tukar Rupiah, harga minyak mentah Indonesia
(Indonesia Crude Oil Price / ICP), dan Lifting Minyak.
Indikator-indikator
tersebut merupakan asumsi dasar yang menjadi acuan bagi penghitungan
besaran-besaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam APBN. Apabila
realisasi variabel-variabel tersebut berbeda dengan asumsinya, maka besaran-
besaran pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam APBN juga akan ikut berubah.
Oleh sebab itu, variasi indikator ekonomi makro yakni salah satu resiko dalam
APBN.[4]
Dalam
penyusunan APBN, pemerintah menggunakan 7 indikator perekonomian makro, yaitu:
Produk Domestik Bruto (PDB) dalam rupiah, Pertumbuhan ekonomi tahunan (%),
Inflasi (%), Nilai tukar rupiah per USD, Suku bunga SBI 3 bulan (%), Harga
minyak indonesia (USD/barel), Produksi minyak Indonesia (barel/hari).[5]
Asumsi dasar
ekonomi makro ini kemudian yang menjadi acuan dalam rangka mengamankan
pelaksanaan APBN. Penyusunan asumsi dasar ekonomi makro disusun berdasarkan
analisa-analisa terkait, seperti misalnya analisa time series. Perubahan dalam
asumsi dasar ekonomi makro tentunya sangat berpengaruh terhadap postur APBN. Di
Indonesia sendiri sering kali perubahan APBN (APBNP) terjadi karena perbedaan
antara realita dan asumsi dasar ekonomi makro.
Beberapa penjelasan
asumsi yang berkaitan dengan RAPBN, diantaranya meliputi :
1.
INFLASI
Inflasi adalah
suatu gejala-gejala kenaikan harga barang-barang yang sifatnya itu umum dan
terus-menerus. Dapat disebut inflasi jika ada tiga faktor yaitu :
·
Kenaikan
harga, Harga barang dapat di katakana naik jika harganya menjadi tinggi dari
harga sebelumnya.
·
Bersifat
umum, Kenaikan harga suatu barang tidak dapat di katakan inflasi jika naiknya
barang tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara umum .
·
Berlangsung
terus-menerus, Naiknya harga suatu barang tidak dapat di katakana inflasi jika
naiknya barang tersebut terjadinya hanya sesaat, inflasi itu dilakukan dalam
rentang minimal bulanan.
Ada beberapa
faktor masalah sosial yang muncul dari inflasi yaitu :
-
Menurunnya
tingkat kesejahtraan rakyat
-
Memburuknya
distribusi pendapatan
-
Terganggunya
stabilitas ekonomi.
Dampak Inflasi,
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif tergantung parah atau
tidaknya inflasi. Dampak positifnya Apabila inflasi itu ringan, justru
mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih
baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk
bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sedangkan dampak negatifnya dalam
masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali
(hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan
lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan
investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat.
Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan
swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga
sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita
ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang
pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau
tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah.
Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti
misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan
pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Inflasi erat
kaitannya dengan kesejhteraan dan pendapatan riil masyarakat. Jika terjadi
inflasi yang persentasenya lebih tinggi daripada kenaikan pendapatan nominal,
maka kesejahteraan masyarakat akan turun. Pemerintah perlu memperhatikan
tingkat inflasi dalam penyusunan APBN. Ketika terjadi inflasi dan harga
barang-barang secara umum naik, maka diperlukan lebih banyak anggaran dalam
APBN. Contoh yang paling mudah adalah kebijakan kenaikan gaji PNS/TNI/POLRI
harus memperhatikan laju inflasi. Selain itu, dengan diketahuinya laju inflasi,
maka pemerintah dapat lebih bijak dalam mengambil kebijakan terkait pemberian
subsidi, alokasi belanja, dan sebagainya. Dalam penentuan prakiraan maju,
tingkat inflasi harus dimasukkan sehingga besaran kebutuhan dana untuk beberapa
tahun ke depan dapat diperkirakan. Begitu pula ketika terjadi perubahan tingkat
inflasi, perhitungan kebutuhan dana dalam prakiraan maju juga akan disesuaikan.
Inflasi yang relatif rendah dan
stabil merupakan prasyarat utama bagi tercapainya peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Untuk mencapai
kondisi tersebut di tengah kuatnya tekanan inflasi yang bersumber dari berbagai
faktor eksternal dan faktor internal, diperlukan kebijakan yang tepat demi
terjaganya stabilitas ekonomi makro ekonomi, dan pengendalian inflasi ke depan.
Koordinasi yang baik dan harmonisasi kebijakan antara Bank Indonesia dan
Pemerintah akan menjadikan sasaran inflasi lebih kredibel. Berbagai upaya telah
dan akan terus dilakukan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah untuk
menjamin tersedianya pasokan dan lancarnya distribusi barang dan jasa.
Koordinasi yang komprehensif dan terpadu antara pusat dan daerah, serta antara
Pemerintah dan Bank Indonesia tersebut diharapkan dapat menjaga kestabilan
harga domestik, yang pada akhirnya dapat mengarahkan ekspektasi inflasi
masyarakat pada sasaran inflasi yang telah ditetapkan.
2.
TINGKAT
SUKU BUNGA
Suku
bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu yang disebut sebagai
persentase dari jumlah yang dipinjamkan. Modal dialokasikan diantara para
peminjam dengan tingkat bunga: perusahaan dengan peluang investasi yang paling
menguntungkan akan bersedia dan mampu untuk membayar sebagian besar modal,
sehingga perusahaan tersebut cenderung menariknya dari perusahaan-perusahaan
yang tidak efisien atau dari perusahaan yang produknya sedang tidak dibutuhkan
(Brigham dan Houston, 2006). Pada dasarnya suku bunga menurut Myers (1999) dapat dibedakan menjadi
suku bunga sederhana dan suku bunga majemuk. Suku bunga sederhana mengambil
asumsi bahwa yang dinvestasikan hanya jumlah pokok investasinya saja sedangkan
bunga tidak ikut di investasikan.
3.
SERTIFIKAT
BANK INDONESIA
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu
pendek dengan sistem diskonto/bunga. SBI
merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan
nilai Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang
primer yang beredar.Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI
ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli
2005, BI menggunakan mekanisme "BI rate" (suku bunga BI), yaitu BI
mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa
periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku
pasar dalam mengikuti pelelangan.
Tujuan Penerbitan
SBI, Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia berkewajiban memelihara
kestabilan nilai rupiah. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (uang
kartal ditambah uang giral di Bank Indonesia ) yang berlebihan dapat mengurangi
kestabilan nilai rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh Bank Indonesia untuk
mengurangi kelebihan uang tersebut. Adapun dasar hukum penerbitan Sertifikat
Bank Iindonesia adalah surat keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/67/KEP/DIR
tanggal 23 Juli 1998 tentang penerbitan dan perdagangan SBI serta intervensi
Rupiah.
Pihak
yang Berhak Memiliki SBI Sejalan dengan ide dasar penerbitan SBI sebagai salah
satu piranti operasi pasar terbuka, penjualan SBI diprioritaskan pada lembaga
perbankan. Tetapi tidak tertutup kemungkianan masyarakat baik perorangan maupun
perusahaan untuk dapat memiliki SBI. Pembelian SBI oleh masyarakat tidak dapat
dilakukan secara langsung kepada Bank Indonesia , melainkan harus melalui bank
umum serta pialang pasar uang dan pialang pasar modal yang ditunjuk Bank
Indonesia .
Karakteristik SBI
-
Jangka
waktu maksimum 12 bulan
-
Denominasi
dari yang terendah Rp. 50 juta sampai tertinggi Rp. 100 Milyar.
-
Pembelian
SBI oleh masyararakat minimal Rp. 100 juta dan selebihnya dengan kelipatan
Rp. 50 juta.
-
SBI
diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto.
-
Nilai
diskonto dihitung sebagai berikut: Nilai diskonto: Nilai nominal – Nilai tunai[6]
Contoh Isu terkait asumsi APBN
Berita
Pemerintah
mengusulkan sejumlah asumsi makro yang akan masuk dalam Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015 kepada Komisi XI DPR. Proyeksi makro
tersebut lebih optimistis dibandingkan target APBN-P 2014 karena membaiknya
ekonomi global dan Indonesia.
Menteri
Keuangan, Chatib Basri mengaku, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan
membaik sehingga mampu mengerek volume perdagangan dan ekspor Indonesia. Ekspor
merupakan salah satu penopang ekonomi nasional, selain konsumsi domestik dan
investasi.
"Meskipun
pertumbuhan ekonomi di kuartal 2014 sebesar 5,2 persen, namun kecenderungan
konsumsi rumah tangga akan meningkat seiring dengan kenaikan daya beli
masyarakat. Tren investasi baik penanaman modal asing serta penanaman modal
dalam negeri agak melambat," paparnya dalam Rapat Dengar Pendapat Asumsi
Dasar Tahun Anggaran 2015 di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (2/7/2014).
Chatib
optimistis, akan terjadi konsolidasi makro yang membuka ruang investasi bakal
mengalami pemulihan. Namun kondisi tersebut harus dicermati mengingat The Fed
akan menaikkan tingkat suku bunga dan dapat berpengaruh ke ekonomi Indonesia.
Melihat kondisi
ini, pemerintah mengusulkan asumsi makro tahun anggaran 2015, antara lain,
pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,5 persen hingga 6 persen, laju inflasi
diproyeksikan berada di rentang 3 persen hingga 5 persen. Nilai tukar rupiah Rp
11.500 per dolar Amerika Serikat (AS) hingga Rp 12.000 per dolar AS.
"Kami
memberikan rentang pada pertumbuhan ekonomi, inflasi dan kurs rupiah juga
mempertimbangkan kemungkinan kenaikan tingkat suku bunga dari The Fed,"
jelas Chatib.
Sementara
asumsi suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan di kisaran 6 persen
sampai 6,5 persen sebagai dampak dari rencana The Fed. "Kalau suku bunga
naik, maka yield dari bond dan Surat Utang Negara (SUN) kemungkinan akan naik
juga. Jadi harus dilakukan penyesuaian," papar dia.
Proyeksi harga
minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) sebesar US$ 95-US$ 110 per
barel. Sedangkan lifting minyak diproyeksikan 900-920 barel dan lifting gas
sekitar 1.200-1.250 barel setara minyak.
"Harga
minyak ke depan akan turun, sementara lifting minyak ditargetkan meningkat
tajam karena saya mendengar bahwa Blok Cepu akan berproduksi pada November
ini," cetus Chatib.[7]
Berita ke 2
Asumsi nilai
tukar rupiah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan belanja Negara (RAPBN)
2016 berada di level 13.400 per dolar AS. Asumsi tersebut sudah memasukkan
tekanan yang bakal terjadi akibat faktor eksternal.
Presiden Joko
Widodo (Jokowi) menjelaskan, nilai tukar rupiah pada tahun depan tidak akan
berbeda jauh dengan kondisi saat ini. "Nilai tukar rupiah diperkirakan berada
pada level 13.400 per dolar AS," jelasnya dalam Pidato Nota Keuangan di
gedung DPR/MPR, Jakarta (14/8/2015).
Menurut Jokowi,
tantangan yang dihadapi nilai tukar rupiah di tahun depan cukup tinggi dan
sebagian besar masih berasal merupakan faktor dari eksternal.
Mantan Gubernur
DKI Jakarta tersebut mencontohkan, berbagai proyeksi lembaga ekonomi
internasional menunjukkan adanya perbaikan pada performa perekonomian global
yang dimotori oleh perbaikan ekonomi Amerika Serikat yang akan diikuti dengan
normalisasi kebijakan di Amerika Serikat secara bertahap.
Dampak
pelaksanaan kebijakan ini akan sangat tergantung pada timeline dan besaran dari
tahapan normalisasi tersebut, yang diperkirakan membawa penyesuaian negatif
terutama bagi negara-negara berkembang.
Perlambatan
perekonomian China serta pemulihan ekonomi kawasan Uni Eropa dan Jepang, juga
diperkirakan akan memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah pada tahun
mendatang.
Untuk
diketahui, menurut data Bloomberg, Jumat (14/8/2015), nilai tukar rupiah melemah
terhadap dolar Amerika Serikat pada level 13.811 pada pukul 10.50 WIB. Namun,
gerak rupiah berbalik arah sehingga menguat di kisaran 13.760 per dolar AS pada
pukul 12.21 WIB.
Nilai tukar
rupiah dibuka naik tipis pada level 13.766 per dolar AS dari penutupan
perdagangan Kamis 13 Agustus 2015 di kisaran 13.767 per dolar AS. Rupiah
bergerak di kisaran 13.740-13.829 per dolar AS hingga Jumat siang.
Sementara kurs
tengah Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS
melemah 16 poin menjadi 13.763 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya yang
berada di level 13.747 per dolar AS.
C.
INDIKATOR EKONOMI MAKRO
Dalam penyusunan APBN, ada
beberapa indokator ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar perhitungan,
yaitu Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Inflasi, Nilai Tukar Rupia
dan Harga Minyak Mentah Indonesia.
Indikator-indikator tersebut merupakan asumsi dasar ekonomi makro yang menjadi
acuan bagi perhitungan besaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam APBN.[8]
1.
Pertumbuhan
Ekonomi
Secara konseptual,
pertumbuhan ekonomi (economic growt) perkembangan kegiatan dalam
perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat
bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Produksi tersebut dilihat dari
Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestik Product (GDP) yang
menghitung nilai pasar dari seluruh barang dan jasa diproduksi dalam wilayah suatu negara dalam
kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun). PDB hanya mencakup nilai akhir
suatu barang, yaitu dengn menjumlahkan nilai tambah (value addad) barang dari
bahan mentah hingga menjadi barang jadi.
Sementara itu, Produk Nasional Bruto (PNB)
atau Gross National Product (GNP) adalah nilai pasar dari seluruh barang dan
jasa yang dihasilkan oleh seluruh warga negara, baik yang tinggal di wilayah
negara bersangkutan maupun yang tinggal di luar wilayah negara tersebut dalam
kurun waktu tertentu. Adapun nilai PNB adalah PDB ditambah pendapatan neto atas
faktor luar negeri, dimana pendapatan neto merupakan pendapatan WNI di luar
negeri dikurangi pendapatan WNA di Indonesia. Dalam penyajian data, PDB
disajikan dalam dua konsep harga yaitu harga berlaku dan harga konstan atau
tahun dasar.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia :
Sa. Sisi
Permintaan Agregat (Aggregat Demand)
Terdiri dari empat komponen yaitu : konsumsi rumah tangga,
investasi domestik bruto (pembentukan
modal tetap dan perubahan stok) dari sektor swasta dan pemerintah,
konsumsi/pengeluaran pemerintah, dan ekspor neto, yaitu ekspor barang dan jasa
dikurangi impor barang dan jasa.
Sb. Sisi
Penawaran Agregat (Agregate Supply)
Untuk faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dilihat
dari sisi penawaran agregat terdapat dua pemikiran, yakni neoklasik dan modern.
- Pandangan neoklasik terdiri dari dua komponen : jumlah tenaga kerja (kuantitas) dan kapital (modal)
- Pandangan modern terdiri dari : tenaga kerja (kualitas), kapital (modal), teknologi (perubahan teknologi), energi, bahan baku, dan material.
Liputan6.com,
Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS)
melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2015 mencapai 4,7
persen secara tahunan (year on year/yoy), atau turun dibandingkan kuartal I
2014 sebesar 5,21 persen. Peneliti Institute for Development of Economics and
Finance (indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, lambatnya pertumbuhan
perekonomian ini salah satunya disebabkan oleh konsumsi masyarakat yang relatif
rendah dibanding periode sebelumnya. “semua komponen pengeluaran rumah tangga
melambat. Hanya pengeluaran untuk makanan dan minuman, serta perumahan yang tidak
melambat,” ujarnya di kantor indef, Jakarta, Jumat (8/5/2015).
Firdaus
mengungkapkan, rendahnya tingkat konsumsi rumah tangga ini disebabkan oleh
depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), yang
berdampak pada melonjaknya harga barang kebutuhan pokok. Hal ini semakin
diperberat dengan kenaikan komponen lain seperti tarif listrik dan harga
elpiji. Selain itu, perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I ini juga
dinilai akibat dari realisasi belanja pemerintah yang masih kecil, yaitu hanya
sekitar 2,52 persen dari pagu APBN-P 2015. Padahal periode yang sama tahun
lalu, realisasi belanja modal tembus diangka
Rp 12,34 triliun atau 6,69 persen dari pagu APBN 2014.
Rabu, 5 Agustus 2015 I 12:06 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com – Badan
Pusat Statistik (BPS) mencatata
pertumbuhan ekonomi triwula-II 2015 , 4,67 persen secara tahunan. Sebelumnya,
pertumbuhan ekonomi triwulan-I tercatat 4,7 persen.
Menurut kepala
BPS Suryamin mengatakan, perekonomian global pada triwulan-II 2015 diperkirakan
melambat. Hal ini dipicu oleh masih rendahnya harga bergai komoditas, baik
migas maupun non migas. Misalnya harga gandum, harga beras, kedelai, kopi,
ikan, dan gula cenderung menurun pada triwulan kedua. Harga batu bara, gas,
biji besi, uranium, dan timah juga mengalami penurunan secara global.
Pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang Indonesia cenderung stagnan, bahkan
melemah, seperti Amerika Serikat yang melemah, dari 2,9 persen pada triwulan-I
2015 menjadi 2,3 persen pada triwulan-II 2015, serta Tiongkok yang stagnan pada
posisi 7 persen.
2.
Inflasi
Pengertian
inflasi adalah kecenderungan naiknya tingkat harga sekelompok barang dan jasa
secara umum dan terjadi terjadi secara terus menerus selama periode waktu
tertentu. Inflasi digunakan sebagai salah satu asumsi dasar makro ekonomi karena inflasi mempengaruhi postur
RAPBN/RAPBN-P, baik dari sisi penerimaan maupun dari sisi belanja.
Karakteristik inflasi dapat digambarkan melalui penjelasan mengenai sebab
terjadinya inflasi. Inflasi disebabkan oleh kenaikan permintaan dan kenaikan
biaya produksi.
a.
Karena
Kenaikan Permintaan (Demand Pull Inflation)
Terjadi karena adanya kenaikan permintaan untuk beberapa jenis
barang. Dalam hal ini, permintaan masyarakat meningkat secara agregat.
Peningkatan permintaan ini dapat terjadi karena peningkatan belanja pada
pemerintah, permintaan barang untuk diekspor, dan permintaan barang untuk
swasta. Kenaikan permintaan masyarakat (aggregate demand) ini mengakibatkan
harga-harga naik karena penawaran tetap.
b.
Karena
Biaya Produksi (Cos Pull Inflation)
Inflasi seperti ini terjadi karena adanya kenaikan biaya produksi.
Kenaikan pada prodoksi terjadi akibat karena kenaikan harga-harga bahan baku,
misalnya karena keberhasilan serikat buruh dalam menaikan upah atau karena
kenaikan harga bahan bakar minyak. Kenaikan biaya produksi mengakibatkan harga
naik dan terjadilah inflasi.
3.
Nilai
Tukar Rupiah
Nilai tukar (kurs)
adalah sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap
pembayaran saat kini atau di kemudian hari, antara dua mata uang masing-masing
negara atau wilayah. Pengertian lain nilai tukar atau yang bisa disebut exchange
rate adalah nilai tukar suatu negara
diukur dari perbandingan antara dari harga mata uang domestik dengan
harga dari mata uang internasional/negara lain (foreign currency) dari
suatu perekonomian.
Penilaian kurs
yang lebih relevan menggunakan nilai tukar riil (real exchange rate). Real
exchange rate menunjukan nilai dimana seseorang dapat membeli barang dan jasa dari suatu negara
dibandingkan nilai barang dan jasa di negara lain. Dalam ilmu ekonomi dikenal
dengan teori purchasing power parity yang menunjukan bahwa satu unit
dari mata uang apapun dapat membeli suatu barang disemua negara dalam jumlah
yang sama. Hal ini berarti bahwa kurs nominal antara mata uang dari dua negara
tergantung pada tingkat harga di negara-negara tersebut.
Menurut heru
(2008), menyatakan bagwa nilai tukar mencerminkan keseimbangan permintaan dan
penawaran terhadap mata uang dalam negeri maupun mata uang asing $US. Nilai
tukar rupiah terhadap mata uang asingpun mempunyai pengaruh negatif terhadap
ekonomi dan pasar modal. Dengan menurunnya nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing akan mengakibatkan meningkatnya biaya impor bahan-bahan baku yang
akan digunakan untuk produksi dan juga meningkatkan suku bunga. Walaupun
menurunya nilai tukar juga dapat mendorong perusahaan untuk melakukan ekspor.
Jika Kurs
Rupiah Sentuh 15 Ribu, Industri Makanan Kolaps
Jum'at, 25 September 2015 | 16:30
WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia, Adhi S. Lukman,
berharap nilai tukar rupiah tak terus melemah. Sebab nilai 1 dolar AS setara Rp
15 ribu ditaksir Adhi sebagai titik kritis bagi industri makanan dalam negeri. "Sekarang
saja (dengan kurs Rp 14.680) sudah ada peningkatan harga," ujar Adhie di
Jakarta, Jumat, 25 September 2015. Melemahnya rupiah, tutur Adhi, mengakibatkan
naiknya beaya dalam membeli bahan baku.
Adhi mengatakan banyaknya impor yang dilakukan para
pengusaha makanan saat ini dilakukan semata-mata tak ada pasokan bahan baku
yang bagus di dalam negeri. Bahan baku seperti gula, susu, terigu, hingga
konsentrat buah-buahan harus didatangkan dari luar negeri karena berkualitas
bagus dan ketersediaan barang yang lebih baik.
Dampak pelemahan rupiah, kata Adhi,
sudah cukup terasa berdampak terhadap margin keuntungan para pengusaha makanan.
Para pengusaha dihadapkan dilema menaikkan harga tapi kehilangan pelanggan dan
meningkatkan inflasi, atau mempertahankan harga dengan menekan operasional. "Yang
sampai tutup saya belum dengar, tapi penguragan jam kerja sudah marak
terjadi," kata Adhi. Begitu pula dengan pemecatan karyawan meskipun dalam
skala yang tergolong kecil. Adhi mengatakan beban semakin dirasakan dengan
tuntutan buruh yang meminta kenaikkan upah sebesar 22 persen bulan Mei lalu.
"Kami sangat keberatan, para serikat pekerja kami minta jangan memikirkan
diri sendiri," katanya.
TEMPO.CO, Jakarta
- Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong mengaku khawatir dengan kondisi
perekonomian Indonesia dan global saat ini. Terutama kondisi rupiah yang terus
anjlok hingga Rp 14.700 per dolar Amerika.
“Saya prihatin. Ini berbeda dengan sebelumnya. Something has changed, dan ini butuh tingkat keseriusan yang berbeda dengan kondisi normal,” katanya dalam pidato peresmian ASEAN Economic Community Center di kantornya pada Senin, 28 September 2015.
“Saya prihatin. Ini berbeda dengan sebelumnya. Something has changed, dan ini butuh tingkat keseriusan yang berbeda dengan kondisi normal,” katanya dalam pidato peresmian ASEAN Economic Community Center di kantornya pada Senin, 28 September 2015.
4.
Harga Minyak
Mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP)
ICP atau harga minyak mentah
Indonesia merupakan basis harga minyak mentah yang digunakan dalam APBN. ICP
ini juga merupakan harga patokan minyak mentah Indonesia yang digunakan sebagai
dasar monetisasi minyak Indonesia. ICP adalah harga rata-rata minyak mentah
Indonesia di pasar internasional yang dipakai sebagai indikator perhitungan
bagi hasil minyak.
JAKARTA,
CNN Indonesia – Tim Harga minyak Indonesia melansir rerata harga jual minyak
minyak mentah nasional atau Indonesia untuk penjualan september 2015 hanya US$
43,13 per barel, naik tipis US$ 0,31 per barel dari ICP Agustus yang
berada diangka US$ 42,81 per barel.
D.
LIFTING MINYAK BUMI INDONESIA
Pengertian lifting minyak bumi antara lain adalah sejumlah minyak
mentah dan atau gas bumi yang dijual atau dibagi dititik penyerahan (custody
transfer point atau point of sales) atau kepemilikan sebuah perusahaan
secara fisik dan legal atas hak minyak
mentah yang dalam kontrak biasanya mengandung dua komponen yang terdiri atas:
biaya dan keuntungan, produksi minyak hasil tambang siap jual, atau tingkat
produksi hasil tambang minyak. Asumsi lifting minyak bumi tersebut dalam APBN
difungsikan sebagai dasar perhitungan penerimaan PNBP migas.
Sementara itu, pengertian
eksploitasi adalah rangkaian kegiatan kegiatan yang bertujuan untuk
menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dan Wilayah Kerja yang ditentukan, yang
terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana
pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Minyak
dan Gas Bumi dilapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya. Dalam
pengertiannya, sering terjadi kerancuan dalam pengertian dalam pengertian
minyak dan lifting minyak, sehingga dapat dijelaskan bahwa lifting minyak
adalah bagian dari produksi minyak.
1.
Dampak
Asumsi Meleset
Dalam
perkembangannya, bila terjadi perubahan dan perkembangan yang cukup berarti
pada faktor-faktor internal maupun eksternal makro, maka pada gilirannya akan
berpengaruh pula pada besaran-besaran APBN. Berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat
(3) UU Nomer 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang antara lain menetapkan
bahwa dalam hal terjadi perkembangan dan perubahan keadaan ekonomi makro yang
tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN, dan perubahan pokok-pokok
kebijakan fiskal, maka pemerintah bersama-sama dengan DPR melakukan pembahasan
untuk penyesuaian APBN tahun berjalan.
Dengan
demikian, ketentuan ini menetapkan kewajiban bagi Pemerintah bersama-sama
dengan DPR untuk melakukan penyesuaian atas APBN tahun berjalan, apabila
terjadi perkembangan atau perubahan keadaan.[9]
2.
Tentang
Sistem Monitoring Lifting Migas
Sistem Monitoring
Lifting Minyak dan Gas Bumi (SMLM) ini adalah sistem yang dibangun oleh
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi untuk mengimplementasikan tugas
pembinaan dan pengawasan atas produksi dan lifting minyak dan gas bumi. SMLM
ini mengumpulkan data produksi dan volume lifting minyak dan gas bumi di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk digunakan sebagai dasar
perhitungan alokasi volume lifting yang menentukan dana bagi hasil sektor migas
dalam rangka perimbangan pusat dan daerah.
Sistem ini dikembangkan dengan tujuan:
1. Menyediakan informasi tentang volume lifting minyak dan gas bumi yang
dihasilkan oleh kegiatan produksi migas yang dilakukan oleh Kontraktor Kontrak
Kerja Sama (KKKS) secara transparan, akurat dan mutakhir.
2. Menyediakan basis data produksi migas yang dipergunakan sebagai dasar
perhitungan alokasi volume lifting migas atas Daerah Penghasil Migas (DPM).
3. Melakukan proses pemantauan (monitoring) atas kegiatan lifting yang terjadi
di titik serah migas atau Custody Transfer Point (CTP) demi menciptakan
transparansi atas kegiatan lifting migas.
Sistem Monitoring Lifting minyak dan Gas Bumi memiliki
2 (dua) metode pengawasan,yaitu:
1. Sistem Monitoring Lifting Online Berbasis Web
Sistem ini dibangun dan
diimplementasikan melalui aplikasi berbasis web yang merupakan integrasi dari
sejumlah aplikasi perangkat lunak, perangkat keras serta sejumlah prosedur yang
diharapkan mampu melakukan verifikasi dan penelusuran terhadap kebenaran
laporan volume lifting minyak dan gas bumi yang disampaikan oleh KKKS.
Modul yang yang
dimiliki dalam sistem berbasis web interface ini adalah:
·
Modul Akuisisi Data
adalah modul untuk mengakuisisi data yang dibutuhkan sistem ini. Jenis data
yang diakuisis dapat dilihat pada Format Data Baku yang tersedia pada menu
Bantuan. Proses akusisi data dapat dilakukan melalui beberapa macam cara,
yaitu: Mengunggah data melalui website lifting migas, entry data melalui
aplikasi yang tersedia atau dengan mengirimkan data melalui ftp atau email
untuk kemudian diunggah oleh operator.
·
Modul Back Allocation
adalah modul yang melakukan perhitungan back allocation yaitu menghitung
alokasi volume produksi dan lifting minyak dan gas bumi ke masing-masing sumur
di daerah penghasil
·
Modul Reporting adalah
modul sistem pelaporan yang dihasilkan dari engine perhitungan back allocation
sesuai dengan pelaporan yang dibutuhkan Ditjen Migas dan KKKS
Sistem Monitoring
Lifting Online Realtime
SMLM Online Realtime
ini adalah sistem yang dibangun dan diimplementasikan dengan berbasis telemetri
yang memantau secara langsung volume lifting yang sedang dilakukan di titik
serah migas (custody transfer point). Data volume lifting yang dipantau
tersebut dapat dilihat secara realtime melalui Migas Control Center untuk
kemudian disimpan pada database. Data itu akan dijadikan dasar dari pengawasan
(Monitoring) terhadap laporan lifting yang disampaikan setiap bulan oleh pihak
KKKS.[10]
Pada tanggal 28 Agustus
2015, Minyak bumi Indonesia Dipredisi Mleset.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi
(SKK Migas) memperkirakan lifting minyak tahun ini tidak akan menyentuh target.
Sebab, lebih dari sepuluh kontraktor kontrak kerja sama migas (KKKS) yang
menjadi andalan menurunkan angka ramalan lifting-nya.
Menurut Kepala Divisi Humas SKK Migas Elan Biantoro, Meski ada juga
lebih dari sepuluh KKKS yang melebihi target, jadi bisa mengkompensasi
kekurangan ini.
Lifting atau produksi minyak siap jual diramalkan hanya mencapai
812 ribu barel per hari. Sementara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara-Perubahan (APBN-P) 2015, lifting ditargetkan sebesar 825 ribu bph.
Menurut Elan, Angka in utamanya disebabkan mundurnya puncak
produksi Lapangan Banyu Urip Blok Cepu yang dikelola ExxonMobil Cepu Limited.
Saat ini produksi Banyu Urip hanya mencapai sekitar 80 ribu barel per hari.
Padahal pada bulan ini SKK Migas menargetkan produksi minyak mencapai lebih
dari 100 ribu barel per hari.
Produksi puncak terhambat lantaran kerusuhan yang melanda Cepu awal
Agustus lalu. Akibatnya proyek Engineering Procurement and Construction blok
tersebut mundur hingga saaat ini, yang seharusnya menurut plan of development
(PoD) perusahaan sudah selesai. Elan memperkirakan produksi di atas 100 ribu
barel per hari baru bisa dicapai Blok Cepu pada Oktober mendatang. Sementara
produksi puncak sebesar 225 ribu barel per hari baru bisa diraih pada akhir
Desember atau awal 2016.
Menurut Elan, Meski turun, SKK Migas yakin ramalan lifting kali ini
tepat. Sebab, meski beberapa produksi beberapa blok menurun, ada proyek baru
yang bisa menutupi kekuranganlifting.[11]
E.
DAMPAK ASUMSI MELESET
Asumsi
dasar ekonomi makro adalah besaran yang digunakan untuk menghitung besaran
APBN. Besaran ekonomi makro yang digunakan untuk menghitung APBN adalah
pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, rata-rata nilai tukar rupiah, suku bunga
sertifikat bank Indonesia (SBI) 3 bulan, harga minyak, dan lifting minyak.
Besaran
asumsi makro ditetapkan berdasarkan perkembangan berbagai sektor yang terjadi
baik di dalam negeri maupun luar negeri yang berpengaruh pada keadaan ekonomi
secara keseluruhan, oleh sebab itu apabila kondisi yang terjadi menampakan
kecenderungan meleset dari asumsi makro yang telah ditetapkan maka pemerintah
dapat melakukan perubahan terhadap asumsi makro tersebut.
Hal-hal
yang mendasari perubahan asumsi makro adalah sebagai berikut:
a.
Terjadinya
perubahan ekonomi dunia yang disebabkan:
-
Perlambatan
pertumbuhan ekonomi dunia
-
Kenaikan
harga minyak dunia
-
Kenaikan
harga komoditi pangan dunia
b.
Penurunan
produksi minyak dunia
c.
Peningkatan
konsumsi minyak dunia
Harga minyak dunia yang terus mengalami kenaikan sejak tahun 2007
hingga sempat menyentuh harga USD 100 per barel turut pula mempengaruhi
perekonomian global. Kenaikan harga minyak dunia tersebut menyebabkan harga
komoditi pangan ikut pula mengalami kenaikan yang cukup signifikan.
Faktor
geopolitik yang terjadi di Timur Tengah, terganggunya produksi dari Laut Utara
dan tingginya permintaan menyebabkan terjadinya peningkatan harga minyak dunia.
Sedangkan peningkatan harga komoditas yang terjadi disebabkan karena tingginya
permintaan seperti dari China dan India, peningkatan urban popoulation yang
cenderung menaikkan permintaan, pertumbuhan ekonomi negara-negara Afrika berkat
investasi besar-besaran dari China dan efek konversi energi dari penggunaan
minyak menjadi jagung.
Dampak
perekonomian global yang terjadi kepada perekonomian Indonesia khususnya karena
krisis subprime Amerika Serikat berawal dari Pasar Uang dan Pasar Modal yang
akan mempengaruhi stabilitas ekonomi makro, kestabilan ekonomi makro sangat
diperlukan bagi APBN untuk menggerakan sektor riil yang akan memacu pertumbuhan
ekonomi secara keseluruhan.
Secara
umum pengaruh ekonomi global yang berdampak pada perekonomian Indonesia
terdapat pada sektor-sektor:
a) import
minyak yang akan tetap tinggi sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi cadangan
devisa.
b) Pasar
Modal, yakni Pemodal Asing yang sangat sensitif pada gejolak di Amerika Serikat
dan Pasar Modal Regional, sehingga mereka akan sangat berhati-hati menanamkan
modalnya.
c) Ekspektasi
Inflasi, yakni meningkatnya harapan terhadap angka inflasi yang dapat ditekan
karena volatilitas nilai tukar dan peningkatan harga komoditas pangan.
d) APBN,
yakni meningkatnya defisit APBN yang di. Pasar Uang, yakni adanya gejolak
volatilitas di pasar valas, menurunnya arus modal masuk (capital inflow) ke
Indonesia dan kecenderungan sebabkan membengkaknya subsidi BBM dan listrik,
selain itu pembiayaan APBN dari obligasi menjadi lebih mahal dan sulit.
e) Perdagangan,
yakni terpengaruhnya volume ekspor non migas dan pasar tujuan ekspor ke Amerika
Serikat dan Eropa akan mengalami penurunan.
f) Perbankan,
yakni kebijakan bank yang lebih berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya karena
naiknya risiko usaha.
g) Sektor
Riil, yakni dunia usaha akan berpengaruh karena naiknya bahan baku, biaya
transpor, bahan makanan dan biaya lainnya.
Dampak
pada asumsi meleset akan terjadinya kerancuan atau ketidak seimbangnya
rancangan APBN yang akan terlaksana pada tahun ini dan mendatang. Selain itu,
APBN tahun sebelumnya dijadikan standar pengukuran RAPBN di tahun mendatang,
supaya tidak terjadi kekacauan dalam APBN tersebut.
Cara untuk
menggolongkan pos-pos penerimaan dan pengeluaran yang masing-masing
menghasilkan tolok ukur yang berbeda mengenai dampak APBN nya.
Ada beberapa tolok ukur
dampak APBN, yaitu :
a)
Saldo Anggaran
Keseluruhan
Konsep ini ingin mengukur besarnya
pinjaman bersih pemerintah dan didefinisikan sebagai :
G – T = B = Bn + Bb +
Bf
Catatan :
G
= Seluruh pembelian barang dan jasa (didalam maupun luar negeri), pembayaran
transer dan pemberian pinjaman bersih.
T = Seluruh penerimaan,
termasuk penerimaan pajak dan bukan pajak
B = Pinjaman total
pemerintah
Bn = Pinjaman
pemerintah dari masyarakat di luar sektor perbankan
Bb= Pinjaman pemerintah
dari sektor perbankan
Bf =Pinjaman pemerintah
dari luar negeri
b) Konsep
Nilai Bersih
Yang
dimaksud defisit menurut konsep nilai bersih adalah saldo dalam rekening lancar
APBN. Konsep ini digunakan untuk mengukur besarnya tabungan yang diciptakan
oleh sektor pemerintah, sehingga diketahui besarnya sumbangan sektor pemerintah
terhadap pembentukan modal masyarakat.
c) Defisit
Domestik
Saldo anggaran keseluruhan tidak merupakan
tolok ukur yang tepat bagi dampak APBN terhadap pereknomian dalam negeri maupun
terhadap neraca pembayaran.
Bila
G dan T dipecah menjadi dua bagian (dalam negeri dan luar negeri)
G
= Gd + Gf
T
= Td + Tf, maka persamaan (2) di atas menjadi
(Gd
– Td) + (Gf – Tf) = + Bf
(Gd
– Td) = dampak langsung putaran pertama terhadap PDB
(Gf
– Tf) = dampak langsaung putaran pertama terhadap neraca pembayaran
d) Defisit
Moneter
Konsep ini banyak digunakan dikalangan
perbankan Indonesia terutama angka-angka yang mengukur defisit anggaran belanja
ini diterbitkan oleh Bank Indonesia (sebagai data mengenai “faktor-faktor yang
mempengaruhi jumlah uang beredar”). Defisit dikur sebagai posisi bersih (netto)
pemerintah terhadap sektor perbankan : G – T – Gf – Gb Karena Bn = 0
Di
dalam konsep ini bantuan luar negeri dianggap sebagai penerimaan, diperlakukan
sebagai pos yang tidak mempengaruhi posisi bersih. Bantuan luar negeri tidak
dilihat fungsinya sebagai sumber dana bagi kekurangan pembiayaan pemerintah,
tetapi sebagai pos pengeluaran yang langsung dikaitkan dengan sumber
pembiayaannya.
Dalam hal ini perananan APBN sangat
penting, di antaranya tentu saja untuk menciptakan lapangan kerja , untuk
mengatasi adanya masalah makro ekonomi yaitu pengangguran. Sampai detik ini
Peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN terhadap pertumbuhan
ekonomi 2007 dinilai minim.
Hal itu ditandai dengan pertumbuhan
konsumsi pemerintah yang berada di bawah target semula, yakni dari rencana 8,9
persen dibanding 2006 ternyata diperkirakan hanya 6,14 persen.
"Itu menandakan APBN gagal menjadi
stimulus pertumbuhan. Pertumbuhan yang sekarang ini dicapai lebih banyak
didorong oleh investasi swasta, ekspor, dan konsumsi masyarakat," ujar
anggota Komisi XI DPR, Dradjad H Wibowo, akhir pekan lalu.
Dalam siaran pers tentang evaluasi
Kinerja Departemen Keuangan yang disampaikan 29 Desember 2007, Menteri Keuangan
Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, pertumbuhan ekonomi di 2007 diperkirakan
akan mencapai target 6,3 persen.
Pertumbuhan itu didorong konsumsi rumah
tangga dan peningkatan ekspor. Ekspor melonjak akibat kenaikan harga komoditas
di pasar dunia.
"Meski demikian, pembentukan modal
tetap bruto atau indikator investasi rendah. Dari target 12,3 persen (dibanding
2006), hanya mencapai 7,9 persen," katanya.
Pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan
digambarkan dengan konsumsi rumah tangga dan pemerintah yang lebih rendah dari
target semula.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga
diperkirakan akan mencapai 5 persen atau 0,1 persen di bawah target semula.
Sementara konsumsi pemerintah diperkirakan akan tumbuh 6,14 persen atau jauh di
bawah target yang ditetapkan tumbuh 9,9 persen.
Realisasi anggaran belanja yang menonjol
adalah belanja modal 2007 yang mencapai 89,4 persen dari target APBN-Perubahan
menjadi Rp 61,87 triliun. Ini mengejutkan karena realisasi di 2005 hanya 60
persen anggaran belanja modal yang terserap lalu di 2006 menjadi 82,4 persen.
Isu dampak Asumsi meleset
Asumsi dan realisasi lifting minyak
Indonesia tahun 2008 mengalami perbedaan jarak yang cukup jauh, tahun 2008
asumsi lifting minyak Indonesia berada sekitar 1,034 juta barel per hari
sedangkan realisasi sekitar 0, 910 juta barel per hari.
Konsumsi BBM untuk kendaraan dan
pembangkit listrik sejak tahun 2007 hingga awal tahun 2008 mengalami kenaikan
yang cukup signifikan, peningkatan konsumsi BBM akan mendorong terjadinya
peningkatan volume import BBM untuk menutupi kebutuhan dalam negeri sehingga
akan berpengaruh pada biiaya subsidi yang diberikan untuk BBM dan menurunya
cadangan devisa dalam negeri karena digunakan untuk membiayai import tersebut.
Kondisi ekonomi makro yang terjadi
seperti telah dipaparkan tersebut akan memberikan dampak secara keseluruhan
pada perekennomian dalam negeri saat ini sehingga asumsi makro APBN yang telah
disusun secara pasti akan mengalami perubahan mengikuti perkembangan ekonomi
saat ini.
Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah bersama
Komisi XI DPR-RI baru saja menyepakati asumsi-asumsi makro yanng menjadi dasar
untuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016.
Rapat kerja yang dilaksanakan pada haari
Selasa malam (22/9) di kompleks Senayan tersebut dihadiri oleh Menteri
Keuangan, Menteri PPN/ Kepala Bappenas, serta Gubernur BI.
Asumsi-asumsi makro yang menjadi dasar
penyusunan RAPBN 2016 tersebut disepakati sebagai berikut: pertumbuhan ekonommi
5,3%, target inflasi 4,7%, rata-rata nilai tukar rupiah Rp13.900 per dollar AS,
serta suku bunga SPN 3 bulan sebesar 5,5%.
Adapun target terkait indikator
pembangunan ialah penurunan angka kemiskinan menjadi 9%-10%, gini ratio sebagai
indikator kesenjaangan menjadi 0,39, tingkat pengangguran sebesar 5,2-5,5%,
serta IPM sebesar 70,10
Anggota Komisi XI dari Fraksi PKS Ecky
Awal Mucharam, dalam rapat kerja ini, mendorong pemerintah agar bekerja keras
untuk merealisasikan hal tersebut.
“Walau saya melihat angka-angka tersebut
masih cukup ambisius, namun saya berharap semoga bisa tercapai. Syaratnya
adaalah pemerintah harus konsisten memperkuat kepercayaan pasar dan publik.
Pemerintah harus fokus dan bekerja sama dengan BI untuk mewujudkanya,” jelas
Ecky.
Selain itu, Ecky juga meminta pemerintah
belajar dari pengalaman realisasi APBN 2015 yang banyak meleset dari asumsinya.
"Pemerintah harus belajar dari
pengalaman realisasi APBN-P 22015 yang banyak meleset dari asumsinya. Jangan
ada lagi kegaduhan-kegaaduhan politik dari mulai intrik antar penegak hukum,
hingga perang statemen di publik antar menteri
yang membawa sentimen negatif kepada publik dan pasar,” jelas Ecky yang
juga anggota Banggar ini.
Selain itu, katanya, pemerintah harus
mendorong belanja negara yang efektif, jangan terlambat seperti sekarang.
"Anggaran perlu terserap dengan baik sebab belanja pemerintah akan memberi
stimulus bagi perekonomian. Serta pemerintah perlu menjaga daya beli masyarakat
dan memberikan dukungan yang maksimal bagi sektor riil,” tambah Ecky.
Ecky mengakui ke depan kondisi eksternal
perekonomian global sedang jelek cuacanya, "Tapi jangan hanya bisa
mengeluh, sebab pemerintah masih punya ruang untuk bermanuver
tutup Ecky.
Pelemahan kurs rupiah menambah apapun
terkait dolar AS. Termasuk subsidi BBM, pembayaran bunga utang dan sebagainya
Asumsi makro lain, tambah dia, terkait
inflasi. Indonesia mencatatkan pencapaian inflasi
persoalan inflasi saat ini sudah menjadi
konsen Presiden Joko Widodo. Pemerintah, lanjutnya, akan melakukan upaya ekstra
dalam pengendalian inflasi bukan hanya dari sisi harga.
Juga membereskan masalah logistik,
manajemen, tata niaga di perdagangan yang akan sangat berpengaruh ke inflasi.
Jadi harus menuntaskan masalah logistik.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana
penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31
Desember). APBN, perubahan APBN, dan pertanggung jawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang
Peran pemerintah sangat penting dalam regulator perekonomian,
kebijakan fiskal juga akan mempengaruhi besaran-besaran asumsi dasar ekonomi
makro. Adapun besaran-besaran asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan sebagai
langkah awal untuk menghitung besaran APBN yakni harus sudah mempertimbangkan rencana
kebijakan fiskal yang akan diambil pemerintah.
Lembaga yang bertanggung jawab menyusun kerangka ekonomi makro
ialah Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Departemen Keuangan. Kerangka ekonomi makro
ini sebaiknya ada kredibilitas yang tinggi sehingga dapat digunakan oleh para
investor dalam memperkirakan kondisi perekonomian ke depan.
Dalam penyusunan APBN, ada beberapa indokator ekonomi makro yang
digunakan sebagai dasar perhitungan, yaitu Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat
Inflasi, Nilai Tukar Rupia dan Harga Minyak Mentah Indonesia. Indikator-indikator tersebut merupakan asumsi dasar ekonomi makro
yang menjadi acuan bagi perhitungan besaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan
dalam APBN
DAFTAR
PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran_Pendapatan_dan_Belanja_Negara_Indonesia#Penerimaan_Perpajakan
Yusuf,
Fatullah. 2013. Fiskal dan Moneter. Yogyakarta : IDEA Press