0
Posted by Unknown on 02.24 in


Tugas Kelompok
Kerangka Ekonomi Makro dan Asumsi Dasar APBN
Dosen Pengampu :  Fatullah Yoesoef, MM


 
Disusun oleh :

Ayu Pandraiti            (13102424)
Devi Agustia             (13102534)
M. Muarif                  (13103554)
M. Syaiful Bahri        (1310        )
Merly Cahya Putri     (13103494)

Kelas / semester : D/ V (lima)
Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam 

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)
Jurai Siwo Metro
TA. 2015/2016



KATA PENGANTAR

Alhamdulilah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, atas taufik dan inayah serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu langkah awal dalam pembelajaran Fiskal dan Moneter. Dalam upaya penyelesaian makalah ini, penulis telah mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak telah membantu dan pembimbing yang telah memberi bimbingan yang sangat berharga dalam mengarahkan dan memberi motivasi.
Kritik dan saran demi perbaikan makalah ini sangat diharapkan dan akan diterima dengan kelapangan dada. Dan akhirnya semoga hasil dari makalah  yang telah saya buat dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, baik ilmu  pengetahuan umum  maupun pengetahuan agama islam khususnya di bidang ekonomi islam.


Metro,   2 oktober 2015

Penulis



DAFTAR ISI

Halaman judul.....................................................................................................i
Kata pengantar....................................................................................................i
Daftar isi.............................................................................................................i
BAB I Pendahuluan
A.    Latar Belakang........................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah................................................................................... 2
C.     Tujuan..................................................................................................... 2
BAB II Pembahasan
A.    Aspek-Aspek terkait APBN................................................................... 3
B.     Asumsi Dasar APBN.............................................................................. 8
C.     Indikator Ekonomi Makro...................................................................... 16
D.    Lifting Minya Bumi di Indonesia........................................................... 21
E.     Dampak Asumsi Meleset........................................................................ 24
BAB III Penutup
A.    Kesimpulan.............................................................................................
Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Sejalan Pengertiannya sebagai Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara maka APBN selalu menjadi tolok ukur akan kemajuan bangsa Indonesia. Pertumbuhan pembangunan baik itu pertumbuhan ekonomi maupun pembangunan infrastruktur merupakan target dari adanya APBN itu sendiri.
Oleh karena itu menjadi tugas Pemerintah untuk menentukan kebijaksanaan di bidang anggaran belanja agar stabilitas pertumbuhan dan pembangunan ekonomi tetap dapat di pertahankan tanpa adanya bantuan dari luar negeri, artinya besarnya pengeluaran total tidak boleh melebihi besarnya pendapatan total (surplus).
Kebijakan yang di tetapkan pemerintah antara lain adalah kebijakan fiscal, kebijakan moneter , kebijakan keuangan international dan kebijakan pemerataan pendapatan.
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak.
Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat mempengaruhi variabel-variabel berikut:
-          Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi
-          Pola persebaran sumber daya
-          Distribusi pendapatan
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga.
 Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang. Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
B.       RUMUSAN MASALAH

1.         Apa saja aspek-aspek terkait APBN
2.         Bagaimana dengan Asumsi-asumi dalam perencanaan APBN
3.         Indikator apa saja yang perlu di perhatikan dalam RAPBN
4.         Bagaimana dengan Lifting minyak sebagai RAPBN  mendatang?

C.      TUJUAN
Tujuan dari makalah ini adalah memaparkan sejauh mana peranan APBN dalam mempengaruhi pertumbuhan pembangunan ekonomi dan infrastruktur baik infrastruktur ekonomi maupun infrastruktur pemukiman Bangsa Indonesia hingga dewasa ini. Sesuai dengan fungsi dari APBN itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
A.      ASPEK-ASPEK APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan pertanggung jawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang. Dalam  APBN terdapat aspek-aspek penting yaitu aspek pendapatan APBN dan aspek pengeluaran APBN.

1.        ASPEK PENDAPATAN APBN
Apek pendapatan APBN adalah pendapatan-pendapatan yang didapatkan oleh Negara baik dari dalam negeri maupun luar negeri . Pendapatan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
-          indikator ekonomi makro yang tercermin pada asumsi dasar makro ekonomi;
-          kebijakan pendapatan negara;
-          kebijakan pembangunan ekonomi;
-          perkembangan pemungutan pendapatan negara secara umum;
-          kondisi dan kebijakan lainnya.
Perlu diketahui penerimaan dalam negeri untuk tahun ke tahun setelah masa pemerintahan  Orde baru masih cukup mengantungkan pada penerimaan dari ekspor minyak bumi dan gas alam. Namun dengan mulai tidak menetunya harga minyak dunia , maka mulai disadari bahwa ketergantungan penerimaan dari sector migas perlu dikurangi.
Untuk keperluan itu, maka pemerintah menempuh beberapa kebijaksaan diantaranya :
a.         Deregulasi bidang Perbankan (1 Juni 1983), yakni dengan mengurangi peran bank sentral, serta lebih member hak kepada bank pemerintah maupun swasta untuk menentukan suku bunga deposito dan pinjaman sendiri. Dampak dari deregulasi ini adalah meningkatnya tabungan masyarakat.
b.        Deregulasi bidang perpajakan (UU baru,1 Januari 1984), untuk memperbaiki penerimaan negara.
c.         Kebijakan lain yang selanjutnya dapat menciptakan iklim usaha yang lebih sehat dan mantap.
Selanjutnya Dibawah ini akan dijelaskan mengenai pendapatan-pendapatan apa saja yang didapatkan oleh Negara baik dari luar maupun dalam negeri.
1.      Pendapatan dari dalam negeri
Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:
-        Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.
-        Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
-        Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan denda.
Contoh pendapatan dari dalam negeri
a.    Penerimaan Bidang pajak
o    pendapatan pajak penghasilan (PPh)
o    pendapatan pajak pertambahan nilai dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah
o    pendapatan pajak bumi dan bangunan
o    pendapatan cukai
o    pendapatan pajak lainnya[1]
b.    Penerimaan Dalam Negeri dari Migas
Faktor-faktor yang dipertimbangkan adalah :
Ø Faktor minyak rata-rata per hari
Ø Harga rata-rata ekspor minyak mentah
c.    Penerimaan Dalam Negeri di Luar Migas:
Faktor-Faktor yang dipertimbangkan adalah :
Ø Bea masuk
Ø Cukai
Ø Pajak ekspor
Ø Pajak bumi dan pembangunan
Ø Bea materai
Ø Pajak lainnya
Ø Penerimaan bukan pajak
Ø Penerimaan dari hasil penjualan BBM
d.   Penerimaan Pembangunan
Ø Terdiri dari penerimaan bantuan dan bantuan proyek.

2.    Pendapatan dari luar negeri Bidang pajak
-        Pendapatan Pajak Internasional
Ø  pendapatan bea masuk
Ø  pendapatan bea keluar
2.        ASPEK PENGELUARAN APBN
Aspek ini berisi tentang pengeluaran-pengeluaran dari negara. Berdasarkan institusi yang menanganinya, pengeluaran negara dibedakan menjadi:
a.       Pengeluaran Pemerintah Pusat
b.      Pengeluaran Pemerintah Daerah Propinsi
c.       Pengeluaran Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
1.  Pengeluaran Pemerintah Pusat
     Dalam APBN, pengeluaran Pemerintah Pusat dibedakan menjadi:
A.    Pengeluaran untuk Belanja
a.      Belanja Pemerintah Pusat
                  • Belanja Pegawai
                  • Belanja Barang
                  • Belanja Modal
                  • Pembayaran Bunga Utang
                  • Subsidi
                  • Belanja Hibah
                  • Bantuan Sosial
                  • Belanja Lain-lain

b.      Dana yang dialokasikan ke Daerah
                  • Dana Perimbangan
                  • Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 


c.       Pengeluaran untuk Pembiayaan
·      Pengeluaran untuk Obligasi Pemerintah
·      Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri
·      Pembiayaan lain-lain
2.  Pengeluaran Pemerintah Daerah Provinsi
     Dalam APBD Propinsi, pengeluaran negara dibedakan menjadi:
a)         Pengeluaran untuk Belanja
a.       Belanja Operasi
-          Belanja Pegawai
-          Belanja Barang dan jasa
-          Belanja Pemeliharaan
-          Belanja perjalanan Dinas
-          Belanja Pinjaman
-          Belanja Subsidi
-          Belanja Hibah
-          Belanja Bantuan Sosial
-          Belanja Operasi Lainnya

b.      Belanja Modal, terdiri dari
-       Belanja Aset Tetap
-        Belanja aset lain-lain
-       Belanja tak tersangka

c.       Bagi hasil pendapatan ke kabupaten/kota/desa, terdiri dari
-          Bagi hasil pajak ke Kabupaten/Kota
-          Bagi hasil retribusi ke Kabupaten/Kota
-          Bagi hasil pendapatan lainnya ke Kabupaten/Kota

b)   Pengeluaran untuk Pembiayaan, terdiri dari
-          Pembayaran Pokok Pinjaman
-          Penyertaan modal pemerintah
-          Belanja investasi PermanenPemberian pinjaman jangka panjang[2]
ISU KASUS E-BUDGETING APBN
Bersumber dari berita liputan6.com . masih ingatkah sahabat tentang kasus dana siluman yang terjadi pada tanggal 03-03 2015 lalu. Hal tersebut membuat gubernur Jakarta Basuki Tjahaja purnama bersikeras ntuk memberlakukan system e-budgeting terhadap APBD DKI 2015 agar tidak lagi ada dana siluman yang bisa keluar masuk. Bahkan pria yang kerap disapa ahok itu khawatir hal serupa terjadi pada APBN. “ini bukan persoalan saya, ini persoalan membangun system yang transparan soal APBD maupun APBN.” Ujar ahok saat ditemui dib alai kota Jakarta, selasa (03-03-2015).
Maka cara yang paling tepat cara yang paling tepat menurut Ahok untuk memperbaiki pola pengawasan anggaran yakni dengan menggunakan e-budgeting. e-budgeting sendiri adalah sistem penyusunan anggaran yang berbasis web untuk memfasilitasi proses penyusunan APBD (Anggaran Pendapatan dan belanja daerah) revisi dan PAK (perubahan anggaran kegiatan). Menurutnya
"Kalau ini bisa diperbaiki, mungkin republik kita tidak perlu ngutang. Dari Rp 2.000 triliun
APBN, kita bisa berhemat 20%, Rp 400 triliun gitu lho. Ini makannya harus e-budgeting gitu Loh”tegasnya .
Hal ini pula yang akan terus diperjuangkan Ahok hingga kini. Dengan sistem e-budgeting dapat terlihat siapa yang seenaknya memasukan dan mengurangi dana dalam data."Itu yang saya mau perjuangin sekarang. Jadi mereka semua cabut hak angket sekarang pun dari parpol saya tetap jalan. Hal ini ia lakukan agar tidak ada lagi dana-dana siluman di semua APBD maupun APBN jika menggunakan system e-budgeting.
Sistem e-budgeting di Pemprov DKI terinspirasi oleh sistem e-budgeting yang diterapkan pertama kali oleh Pemerintah Kota Surabaya pada 2011 lalu. Pada 2014, sebanyak 14 pemerintah daerah ikut mengadopsi sistem tersebut. Yakni Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemkot Medan, Pemkot Tebing Tinggi, Pemkot Batam, Pemkot Pekanbaru, Pemkot Depok, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul, Pemkot Kediri, Pemkot Banjarmasin, Pemkot Balikpapan, Pemkab Kotawaringin Timur, Pemkot Palu, Pemkot Makassar dan Pemkab Jayapura. [3]

B.       ASUMSI DASAR APBN
Peran pemerintah sangat penting dalam regulator perekonomian, kebijakan fiskal juga akan mempengaruhi besaran-besaran asumsi dasar ekonomi makro. Adapun besaran-besaran asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan sebagai langkah awal untuk menghitung besaran APBN yakni harus sudah mempertimbangkan rencana kebijakan fiskal yang akan diambil pemerintah.
Lembaga yang bertanggung jawab menyusun kerangka ekonomi makro ialah Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Departemen Keuangan. Kerangka ekonomi makro ini sebaiknya ada kredibilitas yang tinggi sehingga dapat digunakan oleh para investor dalam memperkirakan kondisi perekonomian ke depan. Untuk meningkatkan kredibilitas proyeksi, BKF mendiskusikan dan membandingkan proyeksi yang dihasilkan oleh institusi lain, seperti Bank Indonesia (BI), Kementerian Negara PPN / Bappenas, Badan Pusat Statistik (BPS), Menko Perekonomian, Departemen Energi Sumber Daya Mineral, dan BP migas.
Perkiraan asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan di dalam pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya ke DPR, merupakan refleksi dari perkiraan prospek perekonomian nasional secara keseluruhan pada tahun sebelumnya, baik yang secara langsung berdampak pada perekonomian indonesia.
Indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai asumsi dasar ekonomi makro tersebut dapat mengalami perubahan sesuai dengan kinerja perekonomian indonesia dan berbagai perkembangan kondisi perekonomian dunia terkini. Asumsi dasar ekonomi makro memang sulit diperkirakan secara tepat dan akurat karena tingginya ketidakpastian faktor-faktor yang mempengaruhinya. Namun demikian, pemerintah senantiasa melakukan exercise dari waktu ke waktu dalam rangka mengantisipasi pergerakan perkembangan asumsi dasar ekonomi makro.
1.    Sensitivitas Asumsi ekonomi Makro
Dalam penyusunan APBN, indikator-indikator makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 3 bulan (akan digantikan dengan tingkat bunga Surat Perbendaharaan Negara ), nilai Tukar Rupiah, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Oil Price / ICP), dan Lifting Minyak.

Indikator-indikator tersebut merupakan asumsi dasar yang menjadi acuan bagi penghitungan besaran-besaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam APBN. Apabila realisasi variabel-variabel tersebut berbeda dengan asumsinya, maka besaran- besaran pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam APBN juga akan ikut berubah. Oleh sebab itu, variasi indikator ekonomi makro yakni salah satu resiko dalam APBN.[4]

Dalam penyusunan APBN, pemerintah menggunakan 7 indikator perekonomian makro, yaitu: Produk Domestik Bruto (PDB) dalam rupiah, Pertumbuhan ekonomi tahunan (%), Inflasi (%), Nilai tukar rupiah per USD, Suku bunga SBI 3 bulan (%), Harga minyak indonesia (USD/barel), Produksi minyak Indonesia (barel/hari).[5]

Asumsi dasar ekonomi makro ini kemudian yang menjadi acuan dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN. Penyusunan asumsi dasar ekonomi makro disusun berdasarkan analisa-analisa terkait, seperti misalnya analisa time series. Perubahan dalam asumsi dasar ekonomi makro tentunya sangat berpengaruh terhadap postur APBN. Di Indonesia sendiri sering kali perubahan APBN (APBNP) terjadi karena perbedaan antara realita dan asumsi dasar ekonomi makro.

Beberapa penjelasan asumsi yang berkaitan dengan RAPBN, diantaranya meliputi :

1.      INFLASI
Inflasi adalah suatu gejala-gejala kenaikan harga barang-barang yang sifatnya itu umum dan terus-menerus. Dapat disebut inflasi jika ada tiga faktor yaitu :
·         Kenaikan harga, Harga barang dapat di katakana naik jika harganya menjadi tinggi dari harga sebelumnya.
·         Bersifat umum, Kenaikan harga suatu barang tidak dapat di katakan inflasi jika naiknya barang tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara umum .
·         Berlangsung terus-menerus, Naiknya harga suatu barang tidak dapat di katakana inflasi jika naiknya barang tersebut terjadinya hanya sesaat, inflasi itu dilakukan dalam rentang minimal bulanan.
Ada beberapa faktor masalah sosial yang muncul dari inflasi yaitu :
-          Menurunnya tingkat kesejahtraan rakyat
-          Memburuknya distribusi pendapatan
-          Terganggunya stabilitas ekonomi.
Dampak Inflasi, Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif tergantung parah atau tidaknya inflasi. Dampak positifnya Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sedangkan dampak negatifnya dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat.
Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu. Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Inflasi erat kaitannya dengan kesejhteraan dan pendapatan riil masyarakat. Jika terjadi inflasi yang persentasenya lebih tinggi daripada kenaikan pendapatan nominal, maka kesejahteraan masyarakat akan turun. Pemerintah perlu memperhatikan tingkat inflasi dalam penyusunan APBN. Ketika terjadi inflasi dan harga barang-barang secara umum naik, maka diperlukan lebih banyak anggaran dalam APBN. Contoh yang paling mudah adalah kebijakan kenaikan gaji PNS/TNI/POLRI harus memperhatikan laju inflasi. Selain itu, dengan diketahuinya laju inflasi, maka pemerintah dapat lebih bijak dalam mengambil kebijakan terkait pemberian subsidi, alokasi belanja, dan sebagainya. Dalam penentuan prakiraan maju, tingkat inflasi harus dimasukkan sehingga besaran kebutuhan dana untuk beberapa tahun ke depan dapat diperkirakan. Begitu pula ketika terjadi perubahan tingkat inflasi, perhitungan kebutuhan dana dalam prakiraan maju juga akan disesuaikan.
Inflasi yang relatif rendah dan stabil merupakan prasyarat utama bagi tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Untuk mencapai kondisi tersebut di tengah kuatnya tekanan inflasi yang bersumber dari berbagai faktor eksternal dan faktor internal, diperlukan kebijakan yang tepat demi terjaganya stabilitas ekonomi makro ekonomi, dan pengendalian inflasi ke depan. Koordinasi yang baik dan harmonisasi kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah akan menjadikan sasaran inflasi lebih kredibel. Berbagai upaya telah dan akan terus dilakukan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah untuk menjamin tersedianya pasokan dan lancarnya distribusi barang dan jasa. Koordinasi yang komprehensif dan terpadu antara pusat dan daerah, serta antara Pemerintah dan Bank Indonesia tersebut diharapkan dapat menjaga kestabilan harga domestik, yang pada akhirnya dapat mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat pada sasaran inflasi yang telah ditetapkan.
  
2.    TINGKAT SUKU BUNGA
Suku bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu yang disebut sebagai persentase dari jumlah yang dipinjamkan. Modal dialokasikan diantara para peminjam dengan tingkat bunga: perusahaan dengan peluang investasi yang paling menguntungkan akan bersedia dan mampu untuk membayar sebagian besar modal, sehingga perusahaan tersebut cenderung menariknya dari perusahaan-perusahaan yang tidak efisien atau dari perusahaan yang produknya sedang tidak dibutuhkan (Brigham dan Houston, 2006). Pada dasarnya suku bunga  menurut Myers (1999) dapat dibedakan menjadi suku bunga sederhana dan suku bunga majemuk. Suku bunga sederhana mengambil asumsi bahwa yang dinvestasikan hanya jumlah pokok investasinya saja sedangkan bunga tidak ikut di investasikan.

3.    SERTIFIKAT BANK INDONESIA
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek  dengan sistem diskonto/bunga. SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar.Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan mekanisme "BI rate" (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan. 
Tujuan Penerbitan SBI, Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia berkewajiban memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (uang kartal ditambah uang giral di Bank Indonesia ) yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh Bank Indonesia untuk mengurangi kelebihan uang tersebut. Adapun dasar hukum penerbitan Sertifikat Bank Iindonesia adalah surat keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli 1998 tentang penerbitan dan perdagangan SBI serta intervensi Rupiah.
Pihak yang Berhak Memiliki SBI Sejalan dengan ide dasar penerbitan SBI sebagai salah satu piranti operasi pasar terbuka, penjualan SBI diprioritaskan pada lembaga perbankan. Tetapi tidak tertutup kemungkianan masyarakat baik perorangan maupun perusahaan untuk dapat memiliki SBI. Pembelian SBI oleh masyarakat tidak dapat dilakukan secara langsung kepada Bank Indonesia , melainkan harus melalui bank umum serta pialang pasar uang dan pialang pasar modal yang ditunjuk Bank Indonesia .

Karakteristik SBI
-       Jangka waktu maksimum 12 bulan
-       Denominasi dari yang terendah Rp. 50 juta sampai tertinggi Rp. 100 Milyar.
-       Pembelian SBI oleh masyararakat minimal Rp. 100 juta dan selebihnya dengan kelipatan Rp.  50 juta.
-       SBI diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto.
-       Nilai diskonto dihitung sebagai berikut: Nilai diskonto: Nilai nominal – Nilai tunai[6]

Contoh Isu terkait asumsi APBN
Berita
Pemerintah mengusulkan sejumlah asumsi makro yang akan masuk dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015 kepada Komisi XI DPR. Proyeksi makro tersebut lebih optimistis dibandingkan target APBN-P 2014 karena membaiknya ekonomi global dan Indonesia.
Menteri Keuangan, Chatib Basri mengaku, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan membaik sehingga mampu mengerek volume perdagangan dan ekspor Indonesia. Ekspor merupakan salah satu penopang ekonomi nasional, selain konsumsi domestik dan investasi.
"Meskipun pertumbuhan ekonomi di kuartal 2014 sebesar 5,2 persen, namun kecenderungan konsumsi rumah tangga akan meningkat seiring dengan kenaikan daya beli masyarakat. Tren investasi baik penanaman modal asing serta penanaman modal dalam negeri agak melambat," paparnya dalam Rapat Dengar Pendapat Asumsi Dasar Tahun Anggaran 2015 di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (2/7/2014).
Chatib optimistis, akan terjadi konsolidasi makro yang membuka ruang investasi bakal mengalami pemulihan. Namun kondisi tersebut harus dicermati mengingat The Fed akan menaikkan tingkat suku bunga dan dapat berpengaruh ke ekonomi Indonesia.
Melihat kondisi ini, pemerintah mengusulkan asumsi makro tahun anggaran 2015, antara lain, pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,5 persen hingga 6 persen, laju inflasi diproyeksikan berada di rentang 3 persen hingga 5 persen. Nilai tukar rupiah Rp 11.500 per dolar Amerika Serikat (AS) hingga Rp 12.000 per dolar AS.
"Kami memberikan rentang pada pertumbuhan ekonomi, inflasi dan kurs rupiah juga mempertimbangkan kemungkinan kenaikan tingkat suku bunga dari The Fed," jelas Chatib.
Sementara asumsi suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan di kisaran 6 persen sampai 6,5 persen sebagai dampak dari rencana The Fed. "Kalau suku bunga naik, maka yield dari bond dan Surat Utang Negara (SUN) kemungkinan akan naik juga. Jadi harus dilakukan penyesuaian," papar dia.
Proyeksi harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) sebesar US$ 95-US$ 110 per barel. Sedangkan lifting minyak diproyeksikan 900-920 barel dan lifting gas sekitar 1.200-1.250 barel setara minyak.
"Harga minyak ke depan akan turun, sementara lifting minyak ditargetkan meningkat tajam karena saya mendengar bahwa Blok Cepu akan berproduksi pada November ini," cetus Chatib.[7]
Berita ke 2
Asumsi nilai tukar rupiah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan belanja Negara (RAPBN) 2016 berada di level 13.400 per dolar AS. Asumsi tersebut sudah memasukkan tekanan yang bakal terjadi akibat faktor eksternal.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan, nilai tukar rupiah pada tahun depan tidak akan berbeda jauh dengan kondisi saat ini. "Nilai tukar rupiah diperkirakan berada pada level 13.400 per dolar AS," jelasnya dalam Pidato Nota Keuangan di gedung DPR/MPR, Jakarta (14/8/2015).
Menurut Jokowi, tantangan yang dihadapi nilai tukar rupiah di tahun depan cukup tinggi dan sebagian besar masih berasal merupakan faktor dari eksternal.
Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut mencontohkan, berbagai proyeksi lembaga ekonomi internasional menunjukkan adanya perbaikan pada performa perekonomian global yang dimotori oleh perbaikan ekonomi Amerika Serikat yang akan diikuti dengan normalisasi kebijakan di Amerika Serikat secara bertahap.
Dampak pelaksanaan kebijakan ini akan sangat tergantung pada timeline dan besaran dari tahapan normalisasi tersebut, yang diperkirakan membawa penyesuaian negatif terutama bagi negara-negara berkembang.
Perlambatan perekonomian China serta pemulihan ekonomi kawasan Uni Eropa dan Jepang, juga diperkirakan akan memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah pada tahun mendatang.
Untuk diketahui, menurut data Bloomberg, Jumat (14/8/2015), nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat pada level 13.811 pada pukul 10.50 WIB. Namun, gerak rupiah berbalik arah sehingga menguat di kisaran 13.760 per dolar AS pada pukul 12.21 WIB.
Nilai tukar rupiah dibuka naik tipis pada level 13.766 per dolar AS dari penutupan perdagangan Kamis 13 Agustus 2015 di kisaran 13.767 per dolar AS. Rupiah bergerak di kisaran 13.740-13.829 per dolar AS hingga Jumat siang.
Sementara kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah 16 poin menjadi 13.763 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya yang berada di level 13.747 per dolar AS.


C.      INDIKATOR EKONOMI MAKRO
 Dalam penyusunan APBN, ada beberapa indokator ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar perhitungan, yaitu Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Inflasi, Nilai Tukar Rupia dan Harga Minyak Mentah Indonesia. Indikator-indikator tersebut merupakan asumsi dasar ekonomi makro yang menjadi acuan bagi perhitungan besaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam APBN.[8]
1.      Pertumbuhan Ekonomi
Secara konseptual, pertumbuhan ekonomi (economic growt) perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Produksi tersebut dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestik Product (GDP) yang menghitung nilai pasar dari seluruh barang dan jasa  diproduksi dalam wilayah suatu negara dalam kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun). PDB hanya mencakup nilai akhir suatu barang, yaitu dengn menjumlahkan nilai tambah (value addad) barang dari bahan mentah hingga menjadi barang jadi.

 Sementara itu, Produk Nasional Bruto (PNB) atau Gross National Product (GNP) adalah nilai pasar dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh warga negara, baik yang tinggal di wilayah negara bersangkutan maupun yang tinggal di luar wilayah negara tersebut dalam kurun waktu tertentu. Adapun nilai PNB adalah PDB ditambah pendapatan neto atas faktor luar negeri, dimana pendapatan neto merupakan pendapatan WNI di luar negeri dikurangi pendapatan WNA di Indonesia. Dalam penyajian data, PDB disajikan dalam dua konsep harga yaitu harga berlaku dan harga konstan atau tahun dasar. 
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia :
Sa. Sisi Permintaan Agregat (Aggregat Demand)
Terdiri dari empat komponen yaitu : konsumsi rumah tangga, investasi  domestik bruto (pembentukan modal tetap dan perubahan stok) dari sektor swasta dan pemerintah, konsumsi/pengeluaran pemerintah, dan ekspor neto, yaitu ekspor barang dan jasa dikurangi impor barang dan jasa.

Sb. Sisi Penawaran Agregat (Agregate Supply)
Untuk faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dilihat dari sisi penawaran agregat terdapat dua pemikiran, yakni neoklasik dan modern.
  1. Pandangan neoklasik terdiri dari dua komponen : jumlah tenaga kerja (kuantitas) dan kapital (modal)
  2.  Pandangan modern terdiri dari : tenaga kerja (kualitas), kapital (modal), teknologi (perubahan teknologi), energi, bahan baku, dan material. 
Selain itu, dalam pandangan modern faktor yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan adalah ketersediaan dan kondisi infrastruktur, hukum dan peraturan (the rule of law), stabilitas politik, kebijakan pemerintah, dan birokrasi.
Liputan6.com, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2015 mencapai 4,7 persen secara tahunan (year on year/yoy), atau turun dibandingkan kuartal I 2014 sebesar 5,21 persen. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, lambatnya pertumbuhan perekonomian ini salah satunya disebabkan oleh konsumsi masyarakat yang relatif rendah dibanding periode sebelumnya. “semua komponen pengeluaran rumah tangga melambat. Hanya pengeluaran untuk makanan dan minuman, serta perumahan yang tidak melambat,” ujarnya di kantor indef, Jakarta, Jumat (8/5/2015).
Firdaus mengungkapkan, rendahnya tingkat konsumsi rumah tangga ini disebabkan oleh depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), yang berdampak pada melonjaknya harga barang kebutuhan pokok. Hal ini semakin diperberat dengan kenaikan komponen lain seperti tarif listrik dan harga elpiji. Selain itu, perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I ini juga dinilai akibat dari realisasi belanja pemerintah yang masih kecil, yaitu hanya sekitar 2,52 persen dari pagu APBN-P 2015. Padahal periode yang sama tahun lalu, realisasi belanja modal tembus diangka  Rp 12,34 triliun atau 6,69 persen dari pagu APBN 2014.
Rabu, 5 Agustus 2015 I 12:06 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com – Badan Pusat Statistik (BPS)  mencatata pertumbuhan ekonomi triwula-II 2015 , 4,67 persen secara tahunan. Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi triwulan-I tercatat 4,7 persen.
Menurut kepala BPS Suryamin mengatakan, perekonomian global pada triwulan-II 2015 diperkirakan melambat. Hal ini dipicu oleh masih rendahnya harga bergai komoditas, baik migas maupun non migas. Misalnya harga gandum, harga beras, kedelai, kopi, ikan, dan gula cenderung menurun pada triwulan kedua. Harga batu bara, gas, biji besi, uranium, dan timah juga mengalami penurunan secara global. Pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang Indonesia cenderung stagnan, bahkan melemah, seperti Amerika Serikat yang melemah, dari 2,9 persen pada triwulan-I 2015 menjadi 2,3 persen pada triwulan-II 2015, serta Tiongkok yang stagnan pada posisi 7 persen.
2.    Inflasi
Pengertian inflasi adalah kecenderungan naiknya tingkat harga sekelompok barang dan jasa secara umum dan terjadi terjadi secara terus menerus selama periode waktu tertentu. Inflasi digunakan sebagai salah satu asumsi dasar makro  ekonomi karena inflasi mempengaruhi postur RAPBN/RAPBN-P, baik dari sisi penerimaan maupun dari sisi belanja. Karakteristik inflasi dapat digambarkan melalui penjelasan mengenai sebab terjadinya inflasi. Inflasi disebabkan oleh kenaikan permintaan dan kenaikan biaya produksi.
a.       Karena Kenaikan Permintaan (Demand Pull Inflation)
Terjadi karena adanya kenaikan permintaan untuk beberapa jenis barang. Dalam hal ini, permintaan masyarakat meningkat secara agregat. Peningkatan permintaan ini dapat terjadi karena peningkatan belanja pada pemerintah, permintaan barang untuk diekspor, dan permintaan barang untuk swasta. Kenaikan permintaan masyarakat (aggregate demand) ini mengakibatkan harga-harga naik karena penawaran tetap.

b.      Karena Biaya Produksi (Cos Pull Inflation)
Inflasi seperti ini terjadi karena adanya kenaikan biaya produksi. Kenaikan pada prodoksi terjadi akibat karena kenaikan harga-harga bahan baku, misalnya karena keberhasilan serikat buruh dalam menaikan upah atau karena kenaikan harga bahan bakar minyak. Kenaikan biaya produksi mengakibatkan harga naik dan terjadilah inflasi.

3.    Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar (kurs) adalah sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat kini atau di kemudian hari, antara dua mata uang masing-masing negara atau wilayah. Pengertian lain nilai tukar atau yang bisa disebut exchange rate adalah nilai tukar suatu negara  diukur dari perbandingan antara dari harga mata uang domestik dengan harga dari mata uang internasional/negara lain (foreign currency) dari suatu perekonomian.
Penilaian kurs yang lebih relevan menggunakan nilai tukar riil (real exchange rate). Real exchange rate menunjukan nilai dimana seseorang dapat membeli  barang dan jasa dari suatu negara dibandingkan nilai barang dan jasa di negara lain. Dalam ilmu ekonomi dikenal dengan teori purchasing power parity yang menunjukan bahwa satu unit dari mata uang apapun dapat membeli suatu barang disemua negara dalam jumlah yang sama. Hal ini berarti bahwa kurs nominal antara mata uang dari dua negara tergantung pada tingkat harga di negara-negara tersebut.
Menurut heru (2008), menyatakan bagwa nilai tukar mencerminkan keseimbangan permintaan dan penawaran terhadap mata uang dalam negeri maupun mata uang asing $US. Nilai tukar rupiah terhadap mata uang asingpun mempunyai pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal. Dengan menurunnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing akan mengakibatkan meningkatnya biaya impor bahan-bahan baku yang akan digunakan untuk produksi dan juga meningkatkan suku bunga. Walaupun menurunya nilai tukar juga dapat mendorong perusahaan untuk melakukan ekspor.
Jika Kurs Rupiah Sentuh 15 Ribu, Industri Makanan Kolaps
Jum'at, 25 September 2015 | 16:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia, Adhi S. Lukman, berharap nilai tukar rupiah tak terus melemah. Sebab nilai 1 dolar AS setara Rp 15 ribu ditaksir Adhi sebagai titik kritis bagi industri makanan dalam negeri. "Sekarang saja (dengan kurs Rp 14.680) sudah ada peningkatan harga," ujar Adhie di Jakarta, Jumat, 25 September 2015. Melemahnya rupiah, tutur Adhi, mengakibatkan naiknya beaya dalam membeli bahan baku.
Adhi mengatakan banyaknya impor yang dilakukan para pengusaha makanan saat ini dilakukan semata-mata tak ada pasokan bahan baku yang bagus di dalam negeri. Bahan baku seperti gula, susu, terigu, hingga konsentrat buah-buahan harus didatangkan dari luar negeri karena berkualitas bagus dan ketersediaan barang yang lebih baik.
Dampak pelemahan rupiah, kata Adhi, sudah cukup terasa berdampak terhadap margin keuntungan para pengusaha makanan. Para pengusaha dihadapkan dilema menaikkan harga tapi kehilangan pelanggan dan meningkatkan inflasi, atau mempertahankan harga dengan menekan operasional. "Yang sampai tutup saya belum dengar, tapi penguragan jam kerja sudah marak terjadi," kata Adhi. Begitu pula dengan pemecatan karyawan meskipun dalam skala yang tergolong kecil. Adhi mengatakan beban semakin dirasakan dengan tuntutan buruh yang meminta kenaikkan upah sebesar 22 persen bulan Mei lalu. "Kami sangat keberatan, para serikat pekerja kami minta jangan memikirkan diri sendiri," katanya.
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong mengaku khawatir dengan kondisi perekonomian Indonesia dan global saat ini. Terutama kondisi rupiah yang terus anjlok hingga Rp 14.700 per dolar Amerika.
“Saya prihatin. Ini berbeda dengan sebelumnya. Something has changed, dan ini butuh tingkat keseriusan yang berbeda dengan kondisi normal,” katanya dalam pidato peresmian ASEAN Economic Community Center di kantornya pada Senin, 28 September 2015.
4.         Harga Minyak Mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP)
ICP atau harga minyak mentah Indonesia merupakan basis harga minyak mentah yang digunakan dalam APBN. ICP ini juga merupakan harga patokan minyak mentah Indonesia yang digunakan sebagai dasar monetisasi minyak Indonesia. ICP adalah harga rata-rata minyak mentah Indonesia di pasar internasional yang dipakai sebagai indikator perhitungan bagi hasil minyak.
 JAKARTA, CNN Indonesia – Tim Harga minyak Indonesia melansir rerata harga jual minyak minyak mentah nasional atau Indonesia untuk penjualan september 2015 hanya US$ 43,13 per barel, naik tipis US$ 0,31 per barel dari ICP Agustus yang berada  diangka US$ 42,81 per barel.

D.           LIFTING MINYAK BUMI INDONESIA
Pengertian lifting minyak bumi antara lain adalah sejumlah minyak mentah dan atau gas bumi yang dijual atau dibagi dititik penyerahan (custody transfer point atau point of sales) atau kepemilikan sebuah perusahaan secara fisik dan  legal atas hak minyak mentah yang dalam kontrak biasanya mengandung dua komponen yang terdiri atas: biaya dan keuntungan, produksi minyak hasil tambang siap jual, atau tingkat produksi hasil tambang minyak. Asumsi lifting minyak bumi tersebut dalam APBN difungsikan sebagai dasar perhitungan penerimaan PNBP migas.
            Sementara itu, pengertian eksploitasi adalah rangkaian kegiatan kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dan Wilayah Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi dilapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya. Dalam pengertiannya, sering terjadi kerancuan dalam pengertian dalam pengertian minyak dan lifting minyak, sehingga dapat dijelaskan bahwa lifting minyak adalah bagian dari produksi minyak.
1.             Dampak Asumsi Meleset
Dalam perkembangannya, bila terjadi perubahan dan perkembangan yang cukup berarti pada faktor-faktor internal maupun eksternal makro, maka pada gilirannya akan berpengaruh pula pada besaran-besaran APBN. Berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU Nomer 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang antara lain menetapkan bahwa dalam hal terjadi perkembangan dan perubahan keadaan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN, dan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, maka pemerintah bersama-sama dengan DPR melakukan pembahasan untuk penyesuaian APBN tahun berjalan.

Dengan demikian, ketentuan ini menetapkan kewajiban bagi Pemerintah bersama-sama dengan DPR untuk melakukan penyesuaian atas APBN tahun berjalan, apabila terjadi perkembangan atau perubahan keadaan.[9]

2.             Tentang Sistem Monitoring Lifting Migas
Sistem Monitoring Lifting Minyak dan Gas Bumi (SMLM) ini adalah sistem yang dibangun oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi untuk mengimplementasikan tugas pembinaan dan pengawasan atas produksi dan lifting minyak dan gas bumi. SMLM ini mengumpulkan data produksi dan volume lifting minyak dan gas bumi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk digunakan sebagai dasar perhitungan alokasi volume lifting yang menentukan dana bagi hasil sektor migas dalam rangka perimbangan pusat dan daerah.
Sistem ini dikembangkan dengan tujuan: 
1.      Menyediakan informasi tentang volume lifting minyak dan gas bumi yang dihasilkan oleh kegiatan produksi migas yang dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) secara transparan, akurat dan mutakhir.
2.      Menyediakan basis data produksi migas yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan alokasi volume lifting migas atas Daerah Penghasil Migas (DPM).
3.      Melakukan proses pemantauan (monitoring) atas kegiatan lifting yang terjadi di titik serah migas atau Custody Transfer Point (CTP) demi menciptakan transparansi atas kegiatan lifting migas. 
Sistem Monitoring Lifting minyak dan Gas Bumi memiliki 2 (dua) metode pengawasan,yaitu:
1. Sistem Monitoring Lifting Online Berbasis Web
Sistem ini dibangun dan diimplementasikan melalui aplikasi berbasis web yang merupakan integrasi dari sejumlah aplikasi perangkat lunak, perangkat keras serta sejumlah prosedur yang diharapkan mampu melakukan verifikasi dan penelusuran terhadap kebenaran laporan volume lifting minyak dan gas bumi yang disampaikan oleh KKKS.
Modul yang yang dimiliki dalam sistem berbasis web interface ini adalah:
·         Modul Akuisisi Data adalah modul untuk mengakuisisi data yang dibutuhkan sistem ini. Jenis data yang diakuisis dapat dilihat pada Format Data Baku yang tersedia pada menu Bantuan. Proses akusisi data dapat dilakukan melalui beberapa macam cara, yaitu: Mengunggah data melalui website lifting migas, entry data melalui aplikasi yang tersedia atau dengan mengirimkan data melalui ftp atau email untuk kemudian diunggah oleh operator.
·         Modul Back Allocation adalah modul yang melakukan perhitungan back allocation yaitu menghitung alokasi volume produksi dan lifting minyak dan gas bumi ke masing-masing sumur di daerah penghasil
·         Modul Reporting adalah modul sistem pelaporan yang dihasilkan dari engine perhitungan back allocation sesuai dengan pelaporan yang dibutuhkan Ditjen Migas dan KKKS
Sistem Monitoring Lifting Online Realtime
SMLM Online Realtime ini adalah sistem yang dibangun dan diimplementasikan dengan berbasis telemetri yang memantau secara langsung volume lifting yang sedang dilakukan di titik serah migas (custody transfer point). Data volume lifting yang dipantau tersebut dapat dilihat secara realtime melalui Migas Control Center untuk kemudian disimpan pada database. Data itu akan dijadikan dasar dari pengawasan (Monitoring) terhadap laporan lifting yang disampaikan setiap bulan oleh pihak KKKS.[10]
Pada tanggal 28 Agustus 2015, Minyak bumi Indonesia Dipredisi Mleset.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memperkirakan lifting minyak tahun ini tidak akan menyentuh target. Sebab, lebih dari sepuluh kontraktor kontrak kerja sama migas (KKKS) yang menjadi andalan menurunkan angka ramalan lifting-nya.
Menurut Kepala Divisi Humas SKK Migas Elan Biantoro, Meski ada juga lebih dari sepuluh KKKS yang melebihi target, jadi bisa mengkompensasi kekurangan ini.
Lifting atau produksi minyak siap jual diramalkan hanya mencapai 812 ribu barel per hari. Sementara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) 2015, lifting ditargetkan sebesar 825 ribu bph.
Menurut Elan, Angka in utamanya disebabkan mundurnya puncak produksi Lapangan Banyu Urip Blok Cepu yang dikelola ExxonMobil Cepu Limited. Saat ini produksi Banyu Urip hanya mencapai sekitar 80 ribu barel per hari. Padahal pada bulan ini SKK Migas menargetkan produksi minyak mencapai lebih dari 100 ribu barel per hari.
Produksi puncak terhambat lantaran kerusuhan yang melanda Cepu awal Agustus lalu. Akibatnya proyek Engineering Procurement and Construction blok tersebut mundur hingga saaat ini, yang seharusnya menurut plan of development (PoD) perusahaan sudah selesai. Elan memperkirakan produksi di atas 100 ribu barel per hari baru bisa dicapai Blok Cepu pada Oktober mendatang. Sementara produksi puncak sebesar 225 ribu barel per hari baru bisa diraih pada akhir Desember atau awal 2016.
Menurut Elan, Meski turun, SKK Migas yakin ramalan lifting kali ini tepat. Sebab, meski beberapa produksi beberapa blok menurun, ada proyek baru yang bisa menutupi kekuranganlifting.[11]
E.       DAMPAK ASUMSI MELESET
Asumsi dasar ekonomi makro adalah besaran yang digunakan untuk menghitung besaran APBN. Besaran ekonomi makro yang digunakan untuk menghitung APBN adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, rata-rata nilai tukar rupiah, suku bunga sertifikat bank Indonesia (SBI) 3 bulan, harga minyak, dan lifting minyak.

Besaran asumsi makro ditetapkan berdasarkan perkembangan berbagai sektor yang terjadi baik di dalam negeri maupun luar negeri yang berpengaruh pada keadaan ekonomi secara keseluruhan, oleh sebab itu apabila kondisi yang terjadi menampakan kecenderungan meleset dari asumsi makro yang telah ditetapkan maka pemerintah dapat melakukan perubahan terhadap asumsi makro tersebut.

Hal-hal yang mendasari perubahan asumsi makro adalah sebagai berikut:
a. Terjadinya perubahan ekonomi dunia yang disebabkan:
-   Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia
-   Kenaikan harga minyak dunia
-   Kenaikan harga komoditi pangan dunia
b.      Penurunan produksi minyak dunia
c.       Peningkatan konsumsi minyak dunia

Harga minyak dunia yang terus mengalami kenaikan sejak tahun 2007 hingga sempat menyentuh harga USD 100 per barel turut pula mempengaruhi perekonomian global. Kenaikan harga minyak dunia tersebut menyebabkan harga komoditi pangan ikut pula mengalami kenaikan yang cukup signifikan.
Faktor geopolitik yang terjadi di Timur Tengah, terganggunya produksi dari Laut Utara dan tingginya permintaan menyebabkan terjadinya peningkatan harga minyak dunia. Sedangkan peningkatan harga komoditas yang terjadi disebabkan karena tingginya permintaan seperti dari China dan India, peningkatan urban popoulation yang cenderung menaikkan permintaan, pertumbuhan ekonomi negara-negara Afrika berkat investasi besar-besaran dari China dan efek konversi energi dari penggunaan minyak menjadi jagung.

Dampak perekonomian global yang terjadi kepada perekonomian Indonesia khususnya karena krisis subprime Amerika Serikat berawal dari Pasar Uang dan Pasar Modal yang akan mempengaruhi stabilitas ekonomi makro, kestabilan ekonomi makro sangat diperlukan bagi APBN untuk menggerakan sektor riil yang akan memacu pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Secara umum pengaruh ekonomi global yang berdampak pada perekonomian Indonesia terdapat pada sektor-sektor:
a)      import minyak yang akan tetap tinggi sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi cadangan devisa.
b)      Pasar Modal, yakni Pemodal Asing yang sangat sensitif pada gejolak di Amerika Serikat dan Pasar Modal Regional, sehingga mereka akan sangat berhati-hati menanamkan modalnya.
c)      Ekspektasi Inflasi, yakni meningkatnya harapan terhadap angka inflasi yang dapat ditekan karena volatilitas nilai tukar dan peningkatan harga komoditas pangan.
d)     APBN, yakni meningkatnya defisit APBN yang di. Pasar Uang, yakni adanya gejolak volatilitas di pasar valas, menurunnya arus modal masuk (capital inflow) ke Indonesia dan kecenderungan sebabkan membengkaknya subsidi BBM dan listrik, selain itu pembiayaan APBN dari obligasi menjadi lebih mahal dan sulit.
e)      Perdagangan, yakni terpengaruhnya volume ekspor non migas dan pasar tujuan ekspor ke Amerika Serikat dan Eropa akan mengalami penurunan.
f)       Perbankan, yakni kebijakan bank yang lebih berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya karena naiknya risiko usaha.
g)      Sektor Riil, yakni dunia usaha akan berpengaruh karena naiknya bahan baku, biaya transpor, bahan makanan dan biaya lainnya.     
Dampak pada asumsi meleset akan terjadinya kerancuan atau ketidak seimbangnya rancangan APBN yang akan terlaksana pada tahun ini dan mendatang. Selain itu, APBN tahun sebelumnya dijadikan standar pengukuran RAPBN di tahun mendatang, supaya tidak terjadi kekacauan dalam APBN tersebut.
Cara untuk menggolongkan pos-pos penerimaan dan pengeluaran yang masing-masing menghasilkan tolok ukur yang berbeda mengenai dampak APBN nya.
Ada beberapa tolok ukur dampak APBN, yaitu :

a)        Saldo Anggaran Keseluruhan

Konsep ini ingin mengukur besarnya pinjaman bersih pemerintah dan didefinisikan sebagai :
G – T = B = Bn + Bb + Bf
Catatan :
G = Seluruh pembelian barang dan jasa (didalam maupun luar negeri), pembayaran transer dan pemberian pinjaman bersih.
T = Seluruh penerimaan, termasuk penerimaan pajak dan bukan pajak
B = Pinjaman total pemerintah
Bn = Pinjaman pemerintah dari masyarakat di luar sektor perbankan
Bb= Pinjaman pemerintah dari sektor perbankan
Bf =Pinjaman pemerintah dari luar negeri

b)      Konsep Nilai Bersih
Yang dimaksud defisit menurut konsep nilai bersih adalah saldo dalam rekening lancar APBN. Konsep ini digunakan untuk mengukur besarnya tabungan yang diciptakan oleh sektor pemerintah, sehingga diketahui besarnya sumbangan sektor pemerintah terhadap pembentukan modal masyarakat.
c)      Defisit Domestik
 Saldo anggaran keseluruhan tidak merupakan tolok ukur yang tepat bagi dampak APBN terhadap pereknomian dalam negeri maupun terhadap neraca pembayaran.
Bila G dan T dipecah menjadi dua bagian (dalam negeri dan luar negeri)
G = Gd + Gf
T = Td + Tf, maka persamaan (2) di atas menjadi
(Gd – Td) + (Gf – Tf) = + Bf
(Gd – Td) = dampak langsung putaran pertama terhadap PDB
(Gf – Tf) = dampak langsaung putaran pertama terhadap neraca pembayaran

d)     Defisit Moneter
 Konsep ini banyak digunakan dikalangan perbankan Indonesia terutama angka-angka yang mengukur defisit anggaran belanja ini diterbitkan oleh Bank Indonesia (sebagai data mengenai “faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar”). Defisit dikur sebagai posisi bersih (netto) pemerintah terhadap sektor perbankan : G – T – Gf – Gb Karena Bn = 0
Di dalam konsep ini bantuan luar negeri dianggap sebagai penerimaan, diperlakukan sebagai pos yang tidak mempengaruhi posisi bersih. Bantuan luar negeri tidak dilihat fungsinya sebagai sumber dana bagi kekurangan pembiayaan pemerintah, tetapi sebagai pos pengeluaran yang langsung dikaitkan dengan sumber pembiayaannya.
Dalam hal ini perananan APBN sangat penting, di antaranya tentu saja untuk menciptakan lapangan kerja , untuk mengatasi adanya masalah makro ekonomi yaitu pengangguran. Sampai detik ini Peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN terhadap pertumbuhan ekonomi 2007 dinilai minim.
Hal itu ditandai dengan pertumbuhan konsumsi pemerintah yang berada di bawah target semula, yakni dari rencana 8,9 persen dibanding 2006 ternyata diperkirakan hanya 6,14 persen.
"Itu menandakan APBN gagal menjadi stimulus pertumbuhan. Pertumbuhan yang sekarang ini dicapai lebih banyak didorong oleh investasi swasta, ekspor, dan konsumsi masyarakat," ujar anggota Komisi XI DPR, Dradjad H Wibowo, akhir pekan lalu.
Dalam siaran pers tentang evaluasi Kinerja Departemen Keuangan yang disampaikan 29 Desember 2007, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, pertumbuhan ekonomi di 2007 diperkirakan akan mencapai target 6,3 persen.
Pertumbuhan itu didorong konsumsi rumah tangga dan peningkatan ekspor. Ekspor melonjak akibat kenaikan harga komoditas di pasar dunia.
"Meski demikian, pembentukan modal tetap bruto atau indikator investasi rendah. Dari target 12,3 persen (dibanding 2006), hanya mencapai 7,9 persen," katanya.
Pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan digambarkan dengan konsumsi rumah tangga dan pemerintah yang lebih rendah dari target semula.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan akan mencapai 5 persen atau 0,1 persen di bawah target semula. Sementara konsumsi pemerintah diperkirakan akan tumbuh 6,14 persen atau jauh di bawah target yang ditetapkan tumbuh 9,9 persen.
Realisasi anggaran belanja yang menonjol adalah belanja modal 2007 yang mencapai 89,4 persen dari target APBN-Perubahan menjadi Rp 61,87 triliun. Ini mengejutkan karena realisasi di 2005 hanya 60 persen anggaran belanja modal yang terserap lalu di 2006 menjadi 82,4 persen.

Isu dampak Asumsi meleset
Asumsi dan realisasi lifting minyak Indonesia tahun 2008 mengalami perbedaan jarak yang cukup jauh, tahun 2008 asumsi lifting minyak Indonesia berada sekitar 1,034 juta barel per hari sedangkan realisasi sekitar 0, 910 juta barel per hari.
Konsumsi BBM untuk kendaraan dan pembangkit listrik sejak tahun 2007 hingga awal tahun 2008 mengalami kenaikan yang cukup signifikan, peningkatan konsumsi BBM akan mendorong terjadinya peningkatan volume import BBM untuk menutupi kebutuhan dalam negeri sehingga akan berpengaruh pada biiaya subsidi yang diberikan untuk BBM dan menurunya cadangan devisa dalam negeri karena digunakan untuk membiayai import tersebut.
Kondisi ekonomi makro yang terjadi seperti telah dipaparkan tersebut akan memberikan dampak secara keseluruhan pada perekennomian dalam negeri saat ini sehingga asumsi makro APBN yang telah disusun secara pasti akan mengalami perubahan mengikuti perkembangan ekonomi saat ini.
Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah bersama Komisi XI DPR-RI baru saja menyepakati asumsi-asumsi makro yanng menjadi dasar untuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016.
Rapat kerja yang dilaksanakan pada haari Selasa malam (22/9) di kompleks Senayan tersebut dihadiri oleh Menteri Keuangan, Menteri PPN/ Kepala Bappenas, serta Gubernur BI.
Asumsi-asumsi makro yang menjadi dasar penyusunan RAPBN 2016 tersebut disepakati sebagai berikut: pertumbuhan ekonommi 5,3%, target inflasi 4,7%, rata-rata nilai tukar rupiah Rp13.900 per dollar AS, serta suku bunga SPN 3 bulan sebesar 5,5%.
Adapun target terkait indikator pembangunan ialah penurunan angka kemiskinan menjadi 9%-10%, gini ratio sebagai indikator kesenjaangan menjadi 0,39, tingkat pengangguran sebesar 5,2-5,5%, serta IPM sebesar 70,10
Anggota Komisi XI dari Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam, dalam rapat kerja ini, mendorong pemerintah agar bekerja keras untuk merealisasikan hal tersebut.
“Walau saya melihat angka-angka tersebut masih cukup ambisius, namun saya berharap semoga bisa tercapai. Syaratnya adaalah pemerintah harus konsisten memperkuat kepercayaan pasar dan publik. Pemerintah harus fokus dan bekerja sama dengan BI untuk mewujudkanya,” jelas Ecky.
Selain itu, Ecky juga meminta pemerintah belajar dari pengalaman realisasi APBN 2015 yang banyak meleset dari asumsinya.
"Pemerintah harus belajar dari pengalaman realisasi APBN-P 22015 yang banyak meleset dari asumsinya. Jangan ada lagi kegaduhan-kegaaduhan politik dari mulai intrik antar penegak hukum, hingga perang statemen di publik antar menteri  yang membawa sentimen negatif kepada publik dan pasar,” jelas Ecky yang juga anggota Banggar ini.
Selain itu, katanya, pemerintah harus mendorong belanja negara yang efektif, jangan terlambat seperti sekarang. "Anggaran perlu terserap dengan baik sebab belanja pemerintah akan memberi stimulus bagi perekonomian. Serta pemerintah perlu menjaga daya beli masyarakat dan memberikan dukungan yang maksimal bagi sektor riil,” tambah Ecky.
Ecky mengakui ke depan kondisi eksternal perekonomian global sedang jelek cuacanya, "Tapi jangan hanya bisa mengeluh, sebab pemerintah masih punya ruang untuk bermanuver
tutup Ecky.
Pelemahan kurs rupiah menambah apapun terkait dolar AS. Termasuk subsidi BBM, pembayaran bunga utang dan sebagainya
Asumsi makro lain, tambah dia, terkait inflasi. Indonesia mencatatkan pencapaian inflasi
persoalan inflasi saat ini sudah menjadi konsen Presiden Joko Widodo. Pemerintah, lanjutnya, akan melakukan upaya ekstra dalam pengendalian inflasi bukan hanya dari sisi harga.
Juga membereskan masalah logistik, manajemen, tata niaga di perdagangan yang akan sangat berpengaruh ke inflasi. Jadi harus menuntaskan masalah logistik.




BAB III
PENUTUP
A.      KESIMPULAN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan pertanggung jawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang
Peran pemerintah sangat penting dalam regulator perekonomian, kebijakan fiskal juga akan mempengaruhi besaran-besaran asumsi dasar ekonomi makro. Adapun besaran-besaran asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan sebagai langkah awal untuk menghitung besaran APBN yakni harus sudah mempertimbangkan rencana kebijakan fiskal yang akan diambil pemerintah.
Lembaga yang bertanggung jawab menyusun kerangka ekonomi makro ialah Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Departemen Keuangan. Kerangka ekonomi makro ini sebaiknya ada kredibilitas yang tinggi sehingga dapat digunakan oleh para investor dalam memperkirakan kondisi perekonomian ke depan.
Dalam penyusunan APBN, ada beberapa indokator ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar perhitungan, yaitu Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Inflasi, Nilai Tukar Rupia dan Harga Minyak Mentah Indonesia. Indikator-indikator tersebut merupakan asumsi dasar ekonomi makro yang menjadi acuan bagi perhitungan besaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam APBN
DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, Fatullah. 2013. Fiskal dan Moneter. Yogyakarta : IDEA Press

Copyright © 2009 May be All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.